Rabu, 04 Oktober 2017

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

MAKALAH
 PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Dosen Pengampu :
 Lilik S Rahman,SE,M.Si

Description: D:\download.jpg
 










Disusun Oleh:
VIVIANA MILYANI           (14 311 109)
M. FAIQ JUNAIDI              (14 311 064)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2017

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hubungan Industrial pada dasarnya adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan antara pengusaha dengan pekerja. Dalam hubungan tersebut memang tidak selamanya akan berjalalan lancar-lancar saja dalam arti tidak ada permasalahan yang timbul dari hubungan industrial. Ini terbukti dengan banyaknya pemberitaan di media massa saat ini yang memberitakan perselisihan-perselisihan di dalam hubungan industrial tersebut.

Banyak faktor yang menjadi penyebab dalam permasalahan atau perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha, yang antara lain adalah Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK atau karena tidak adanya pemenuhan hak-hak bagi pekerja. Namun, tidak hanya itu, permasalahan hubungan industrial juga bisa terjadi anatara para pekerja sendiri. Misalkan antara serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Karena banyak perselisihan-perselisihan yang timbul dalam hubungan industrial tersebut, maka perlu di cari cara terbaik dalam menyelesaikan permasalah atau perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha atau pekerja dengan pekerja. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menyelesaikan masalah tersebut ? hal ini perlu dikaji secara komperhensif sehingga dalam hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha tercipta sebuah hubungan yang harmonis dalam upaya mewujudkan suasana ketenagakerjaan yang baik dan harmonis di negeri ini

B.     Rumusan Masalah

1.            Bagaimana Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia ?






BAB II

A. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial
Hubungan industrial pada dasarnya merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan antara pengusaha dengan pekerja. Adakalanya hubungan itu mengalami suatu perselisihan. Perselisihan itu dapat terjadi pada siapapun yang sedang melakukan hubungan hukum.

Perselisihan dibidang hubungan industrial yang selama ini dikenal dpaat terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan, baik dalam perjanjian kerja, peraturan perushaan, perjanjian kerja bersama, maupun peraturan perundang-undangan.

Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja. Hal ini terjadi karena hubungan pekerja/buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang didasari oleh kesepakatan para pihak untuk mengikat diri dalam suatu hubungan kerja. Apabila salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk tetap mempertahankan hubungan yang harmonis. Oleh karena itu, perlu dicari jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk menentukan bentuk penyelesaian, sehingga Pengadilan Hubungan Industrial yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 akan dapat menyelesaikan kasus-kasus pemutusan hubungan kerja yang tidak diterima oleh salah satu pihak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undnag-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial, yang dimaksud dengan Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat/serikat buruh dalam satu perusahaan.

B. Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 undang-Undang No. 2 Tahun 2004, jenis Perselisihan Hubungan Industrial meliputi :
a. Perselisihan hak;
b. Perselisihan kepentngan;
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
d. Perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Dalam ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa bentuk Perselisihan Hubungan Industrial ada empat, yaitu :

1. Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaam pelaksanaan atau penafsiaran terhadap ketentuan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perushaan, atau perjanjian kerja bersama.

2.Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubunga kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau peraturan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

4. Perselisiahan antarseriakt pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perushaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Dalam pertimbangan- pertimbangan diatas, undang-undnag ini mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh :

1. Perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan .

2. Kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan normatif yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perushaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan;

3. Pangakhiran hubungan kerja;

4. Perbedaan pendapat anatarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perushaan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerja.

C. Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan

Sejalan dengan perkembangan zama era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan juga memerlukan payung dalam berbagai produk perundang-undangan yang dapat mengantisifasinya.

Sebelum Reformasi dalam pembaharuan perundang-undangan perburuhan dan ketenaga kerjaan masalah penyelesaian sengketa buruh masih memakai undang-undang lama antara lain :

1.    Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 lembaran Negara No.42 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan.

2.    Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 Lembaga Negara No.93 Tahun 1964 tentang pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta.

Didalam kedua produk Perundang-undangan ini memberikan jalan penyelesaian sengketa buruh lebih di titik beratkan pada musyawarah mufakat antara buruh dan majikan melalui Lembaga Bepartie, dan bila tidak terselesaikan dapat dilanjutkan ke Lembaga Tripartie, dan seterusnya dapat dilanjutkan ke Pengadilan P4D dan P4P.

Akan tetapi pada zaman sekarang ini dimana semakin kompleksnya permasalahan perburuhan Undang-undang lama tersebut tidak dapat lagi memberikan jalan keluar dalam menyelesaikan sengketa perburuhan, sehingga di undangkanlah Undang-undang lain seperti Undang-undang Hak Azasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999, Undang-undang Serikat Pekerja Nomor 21 Tahun 2000, dan Undang-undang penyelesaian perselisihan Industrial Nomor 2 Tahun 2004.

1.    Pegawai perantara
Pegawai perantara merupakan pegawai negeri yang ditunjuk oleh mentri di bidang kartanegaraan untuk memberikan perantara dalam perselisishan pengusaha dengan serikat pekerja.

Bila pengusaha dan serikat pekerja tidak berhasil menyelesaikan perselisihan secara bipartit dan mereka tidak sepakat menyelesaikannya dengan memilih dan melalui juru pemisah, maka mereka atau salah satu dari mereka dapat memberitahukan dan meminta bantuan pegawai perantara untuk memperantarai.

2.    Juru pemisah
Merupakan orang atau badan yang bersifat bebas dan tidak memihak, berfungsi menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dan serikat pekerja atas permintaan kedua pihak yang berselisih.

3.    Panitia penyelesaian perselisihan perburuhan daerah
Di dirikan di tingkat provinsi atau mencangkup beberapa kabupaten untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. P4P terdiri dari wakil-wakil unsur tripartit, yaitu 5 orang wakil pemerintah, 5 orang wakil serikat pekerja dan 5 orang wakil asosiasi pengusaha.
a.       Perselisihan kepentingan
Perselisihan kepentingan timbul bila pengusaha tidak bersedia atau tidak mampu memenuhi tuntutan serikat pekerja atas perbaikan syarat kerja
b.      Rencana pemaksaan sepihak
Serikat pekerja atau pengusaha yang merencanakan upaya pemaksaan sepihak berupa pemogokan atau penutupan perusahaan , yang bersangkutan wajib memberitahu rencana tersebut kepada P4D dan pihak lawan berselisih.
c.       Pemutusan hubungan kerja
Untuk pemberentian kurang dari 10 orang pekerja, perusahaan harus mengajukan permohonan izin dari P4D pertama-tama mengajukan pengusaha menyelesaikan secara bipartit.
4.    Panitia penyelesaian perselisihan perburuhan pusat
Sama halnya dengan P4D wakil-wakil ketiga unsur tripartit, yaitu 5 orang wakil pemerintah, 5 orang wakil serikat pekerja dan 5 orang wakil asosiasi pengusaha.
5.    Veto menteri
Menteri tenaga kerja dapat membatalkan atau menunda pelaksanaan kebutuhan P4P bila pelaksanaan keputusan P4D tersebut dianggap dapat menimbulkan ancaman terhadap ketertiban umum dan kepentingan negara.

D. pemogokan dan penutupan perusahaan
Pemogokan adalah aksi yang dilakukan oleh buruh atau pekerja secara perseorangan ataupun secara berkelompok dengan cara berhenti melakukan pekerjaan; tujuan dan aksi ini umumnya adalah meminta agar manajemen perusahaan melakukan perbaikan kondisi kerja; pemogokan dilakukan untuk memperkuat tuntutan
1.      Pemogokan
a.       Pemogokan sebagai upaya terakhir
b.      Pemogokan harus didukung seluruh anggota
c.       Pemogokan harus direncanakan dan diinformasikan
d.      Penundaan rencana mogok
e.       Kewajiban serikat pekerja membayar kompensasi
f.       Pengusaha tidak boleh membalas
g.      Dampak pemogokan
h.      Intervensi pemerintah

Penutupan perusahaan adalah upaya perusahaan untuk menekan dan memaksa serikat pekerja menerima syarat-syarat kerja yang ditawarkan pengusaha.
2.      Penutupan perusahaan
Untuk memberikan keseimbangan atas hak serikat pekerja me;akukan pemogokan, perusahaan juga diberi hak untuk menutup perusahaan sebagai reaksi terhadap tuntutan serikat pekerja yang tidak dapat dipenuhinya.
3.      Mengindari pemogokan dan penutupan perusahaan

E. Jalan panjang menuju keadilan
Dilihat dari segi perangkat hukum yang tersedia yaitu peraturan perundang-undangan dan kelembagaan, pengusaha dan pekerja dapat mudah menyelesaikan perselisihan mereka secara adil. Pengusaha dan serikat pekerja dapat memanfaatkan lembaga bipartit untuk menampung semua keluh kesan pekerja dan menyelesaikannya dan dengan demikian tidak sampai meningkat menjadi perselisihan. Kenyataan menunjukan bahwa masih banyak perusahaan yang belum membentuk lembaga bipartit. Demikian juga masih banyak lembaga bipartit yang ada belum berfungsi  secara efektif, baik karena jarang melakukan pertemuan,maupun karena anggotannya tidak menjalankan misinya secara profesional. Bagi perusahaan dan serikat pekerja yang tidak berhasil menyelesaikan masalah mereka secara bipartit, dapat juga meminta bantuan pegawai perantara atau sekarang mediator untuk mencapai titik kompromi.

F. Undang-undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Dalam UU ini penyelesaian perselisihan dapat dilakukan di luar pengadilan ( Pengadilan Hubungan Industrial). Mekanisme ini tentunya lebih cepat dan dapat memenuhi rasa keadilan para pihak karena penyelesaiannya berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Terdapat 4 bentuk penyelesaian yaitu melalui :
a.       Bipartit
b.      Mediasi
c.       Konsiliasi
d.      arbitrase
a. Penyelesaian melalui Bipartit
Penyelesaian secara bipartit wajib diupayakan terlebih dahulu sebelum para pihak memilh alternatif penyelesaian yang lain.Hal ini berarti bahwa sebelum pihak atau pihak-pihak yang berselisih mengundang pihak ketiga untuk menyelesaikan persoalan diantara mereka,maka harus terlebih dahulu melalui tahapan perundingan para pihak yang biasa disebut sebagai bipartit.Penyelesaian melalui bipartit nin harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan . Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)hari,salah satu pihak menolak untuk merunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Apabila dalam perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat Perjanjian Bersama(PB) yang mengikat dan menjuadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.Dalam hal Perjanjian Bersama(PB)tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak,maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama(PB) didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.
Dalam hal perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan,maka salah satu atau kedua belah pihak memberitahukan perselisihannya kepada instansinyang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
b. Penyelesaian melalui Mediasi Wajib
Mediator,adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak,perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan.
Penyelesaian melalui mediasi wajib diperuntukan bagi:
-     Perselisihan hak
-     Perselisihan kepentingan
-     Perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
-     Perelisihan antar serikat-pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
Dalam waktu selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan tertulis,mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.
Dalam hal tercapai kesepakatanpenyelesaian melalui mediasi,maka dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh mediator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
Dalam hal mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama kepada para pihak. Para pihak harus memberikan pendapatnya secara tertulis kepada mediator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran.
Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis.
Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama (PB) untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).
Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau oleh kedua belah pihak, maka penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat dengan mengajukan gugatan oleh salah satu pihak.
Mediator harus menyelesaikan tugasnya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal permintaan penyelesaian perselisihan.
c. Penyelesaian melalui Konsiliasi.
Konsiliator, adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator dan ditunjuk oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Penyelesaian melalui komsiliasi diperuntukan bagi :
-     Perselisihan kepentingan
-     Perselisihan pemutusan hubungan kerja
–    perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Penyelesaian oleh konsilator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati para pihak. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama.
Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh konsiliator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).

Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama kepada para pihak.
Para pihak harus sudah memberikan pendapatnya secara tertulis kepada konsiliator dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis.
Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama (PB) dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).
Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak.

Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.
Konsiliator harus terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan serta harus ada legitimasi oleh Menteri atau Pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
Dalam melaksanakan tugasnya konsiliator berhak mendapat honorarium/imbalan jasa yang dibebankan kepada negara.

d. Penyelesaian melalui Arbiter
Arbiter, adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

Ruang Lingkup
Perselisihan yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Perjanjian Arbitrase.
Penyelesaian melalui arbiter harus berdasarkan kesepakatan para pihak yang berselisih yang dituangkan dalam Perjanjian Arbitrase. Perjanjian tersebut memuat antara lain pokok-pokok perselisihan yang diserahkan pada arbiter, jumlah arbiter dan pernyataan para pihak untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbiter.
Pihak-pihak dapat menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter dalam jumlah gasal sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang. Arbiter yang ditunjuk haruslah arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri dan wilayah kerjanya meliputi seluruh negara Republik Indonesia.

Penunjukan Arbiter.
Penunjukan Arbiter tunggal berdasarkan kesepakatan para pihak secara tertulis. Apabila para pihak sepakat untuk menunjuk beberapa arbiter secara tertulis dalam jumlah gasal, masing-masing pihak berhak memilih seorang arbiter dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, sedangkan arbiter ketiga ditentukan oleh para arbiter yang ditunjuk dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja untuk diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase.
Dalam hal para pihak tidak sepakat untuk menunjuk arbiter baik tunggal maupun gasal, maka atas permohonan salah satu pihak, Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter dari daftar arbiter yang ditetapkan Menteri.

Perjanjian Penunjukan Arbiter.
Sebelum melaksanakan tugasnya, arbiter yang telah ditunjuk harus terlebih dahulu membuat Perjanjian Penunjukan Arbiter dengan para pihak. Dalam perjanjian tersebut secara tegas dinyatakan pokok-pokok yang menjadi perselisihan yang diserahkan kepada arbiter untuk diselesaikan dan diambil keputusan dan pernyataan para pihak untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase.

Pemeriksaan Perkara dalam Arbitase.
Pemeriksaan oleh arbiter atau majelis arbiter dilakukan secara tertutup kecuali para pihak yang berselisih menghendaki lain. Dalam sidang arbitrase, para pihak yang berselisih dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. Apabila pada hari sidang para pihak yang berselisih atau kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir, walaupun telah dipanggil secara patut, maka arbiter atau majelis arbiter dapat membatalkan Perjanjian Penunjukan Arbiter dan tugas arbiter atau majelis arbiter dianggap selesai.
Apabila pada hari sidang pertama dan sidang-sidang selanjutnya salah satu pihak atau kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir walaupun untuk itu telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbiter dapat memeriksa perkara dan menjatuhkan putusannya tanpa kehadiran salah satu pihak atau kuasanya.

Tuntutan Ingkar Arbiter
Arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak berdasarkan perjanjian arbitrase dapat diajukan tuntutan ingkar kepada Pengadilan Negeri apabila :
-      cukup alasan dan cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil keputusan;
-      terbukti adanya hubungan kekeluargaan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya.
Putusan Pengadilan Negeri tentang tuntutan ingkar tidak dapat diajukan perlawanan.
Lamanya Penyelesaian Arbitrase.
Arbiter atau majelis arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan surat Perjanjian Penunjukan Arbiter dan dapat diperpanjang selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja atas kesepakatan para pihak.
Dalam hal para pihak gagal mencapai perdamaian, arbiter atau majelis arbiter akan melanjutkan sidang. Para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan pendirian dan pendapatnya baik secara tertulis maupun lisan disertai bukti-bukti. Untuk mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan perkara, arbiter atau majelis arbiter berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan penjelasan tuntutan secara tertulis,oatauomenyerahkanobuktiolainnya.

Putusan Arbiter.
Putusan arbiter diambil berdasarkan hukum,keadilan,kebebasan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan putusan arbiter tersebut bersifat final dan mengikat para pihak.
Dalam hal putusan arbitrase tidak dilaksanakan,maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan.
Permohonan Pembatalan pada Mahkamah Agung atas Putusan Arbitre.
Meskipun putusan arbiter bersifat tetap dan final,tetapi apabila putusan arbiter diduga mengandung unsur-unsur yang merugikan salah satu pihak,atas putusan tersebut dapat diajukan permohonan pembatalan pada Mahkamah Agung.Tenggang waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal putusan arbitrase.
Permohonan pembatalan dapat diajukan apabila dipenuhinya salah satu unsur sebagai berikut:
a.       surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diakui atau dinyatakan palsu;
b.      setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan;
c.       putusan diambil berdasarkan tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan;
d.      putusan melampui kekuasaan arbiter;
e.       putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal permohonan dikabulkan,Mahkamah Agung akan menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya maupun seluruhnya maupun sebagian putusan arbitrase. Mahkamah Agung harus sudah memutuskan permohonan pembatalan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima permohonan.

G. Penerapan dan penegakan hukum
1. kesedian saling memahami dan bekerjasama
2. profesionalisme hubungan industrial
3. mengefektifkan pengawasan

























BAB III
P E N U T U P

A.    Kesimpulan
Perkembangan dunia bisnis yang disertai dengan tuntutan perubahan di bidang hukum melalui Gerakan Reformasi memiliki dampak yang nyata terhadap hukum ketenagakerjaan. Sejumlah fakta memperlihatkan bahwa kasus-kasus yang ditangani oleh lembaga-lembaga hukum sebelum lahirnya Undang-undang No. 13 tahun 2003 dan Undang-undang No. 2 tahun 2004, tidak sepenuhnya diselesaikan secara maksimal. Dengan lahirnya kedua undang-undang tersebut di atas, sebagian besar kekurangan sebagaimana yang terjadi sebelumnya dapat diatasi.
Terhadap perumusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur di dalam UU PHI, terdapat sejumlah kritik atasnya. Kritik ini antara lain terkait dengan kurang dimaksimalkannya penyelesaian perselisihan melalui mekanisme bipartit dan mediasi. Mestinya materi hukum membatasi para pihak untuk (dapat) tidak menyetujui mekanisme penyelesaian melalui bipartit dan mediasi. Terhadap hal ini penulis berpandangan bahwa kebebasan para pihak untuk menyetujui atau menolak hasil penyelesaian melalui mekanisme atau lembaga-lembaga sebagaimana diatur di dalam UU PHI harus dihargai. Untuk tidak memperpanjang masa penyelesaian, pihak yang berwenang juga seharusnya memaksimalkan usaha penyelesaian pada tingkat perundingan bipartit dan mediasi, antara lain dengan menyediakan para penengah/ mediator yang hadal.


0 komentar:

Posting Komentar