MAKALAH
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Dosen
Pengampu :
Lilik S Rahman,SE,M.Si
![]() |
Disusun
Oleh:
VIVIANA
MILYANI (14 311 109)
M.
FAIQ JUNAIDI (14 311 064)
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH GRESIK
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hubungan
Industrial pada dasarnya adalah suatu hubungan
hukum yang dilakukan antara pengusaha dengan pekerja. Dalam hubungan tersebut
memang tidak selamanya akan berjalalan lancar-lancar saja dalam arti tidak ada
permasalahan yang timbul dari hubungan industrial. Ini terbukti dengan
banyaknya pemberitaan di media massa saat ini yang memberitakan
perselisihan-perselisihan di dalam hubungan industrial tersebut.
Banyak faktor yang menjadi penyebab dalam permasalahan atau perselisihan
hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha, yang antara lain adalah
Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK atau karena tidak adanya pemenuhan hak-hak
bagi pekerja. Namun, tidak hanya itu, permasalahan hubungan industrial juga
bisa terjadi anatara para pekerja sendiri. Misalkan antara serikat pekerja
dalam satu perusahaan.
Karena banyak perselisihan-perselisihan yang timbul dalam hubungan
industrial tersebut, maka perlu di cari cara terbaik dalam menyelesaikan
permasalah atau perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan
pengusaha atau pekerja dengan pekerja. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana menyelesaikan masalah tersebut ? hal ini perlu dikaji secara
komperhensif sehingga dalam hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha
tercipta sebuah hubungan yang harmonis dalam upaya mewujudkan suasana
ketenagakerjaan yang baik dan harmonis di negeri ini
1.
Bagaimana Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia ?
BAB II
A. Pengertian
Perselisihan Hubungan Industrial
Hubungan industrial
pada dasarnya merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan antara pengusaha
dengan pekerja. Adakalanya hubungan itu mengalami suatu perselisihan.
Perselisihan itu dapat terjadi pada siapapun yang sedang melakukan hubungan
hukum.
Perselisihan dibidang
hubungan industrial yang selama ini dikenal dpaat terjadi mengenai hak yang
telah ditetapkan, atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan,
baik dalam perjanjian kerja, peraturan perushaan, perjanjian kerja bersama,
maupun peraturan perundang-undangan.
Perselisihan hubungan
industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja. Hal ini terjadi
karena hubungan pekerja/buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang didasari
oleh kesepakatan para pihak untuk mengikat diri dalam suatu hubungan kerja.
Apabila salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk tetap mempertahankan
hubungan yang harmonis. Oleh karena itu, perlu dicari jalan keluar yang terbaik
bagi kedua belah pihak untuk menentukan bentuk penyelesaian, sehingga
Pengadilan Hubungan Industrial yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004
akan dapat menyelesaikan kasus-kasus pemutusan hubungan kerja yang tidak
diterima oleh salah satu pihak.
Berdasarkan ketentuan
Pasal 1 angka 1 Undnag-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan
Industrial, yang dimaksud dengan Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan
pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat/serikat buruh dalam
satu perusahaan.
B. Jenis Perselisihan
Hubungan Industrial
Berdasarkan ketentuan
Pasal 2 undang-Undang No. 2 Tahun 2004, jenis Perselisihan Hubungan Industrial
meliputi :
a. Perselisihan hak;
b. Perselisihan
kepentngan;
c. Perselisihan
pemutusan hubungan kerja; dan
d. Perselisihan
antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Dalam ketentuan
tersebut, dapat diketahui bahwa bentuk Perselisihan Hubungan Industrial ada
empat, yaitu :
1. Perselisihan
Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaam pelaksanaan atau penafsiaran terhadap ketentuan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perushaan, atau perjanjian
kerja bersama.
2.Perselisihan
kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubunga kerja
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau peraturan
syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,atau peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan
pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah satu pihak.
4. Perselisiahan
antarseriakt pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara
serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya
dalam satu perushaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Dalam pertimbangan-
pertimbangan diatas, undang-undnag ini mengatur penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang disebabkan oleh :
1. Perbedaan pendapat
atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam
perjanjian kerja,peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan .
2. Kelalaian atau
ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan normatif
yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perushaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan;
3. Pangakhiran
hubungan kerja;
4. Perbedaan pendapat
anatarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perushaan mengenai pelaksanaan
hak dan kewajiban keserikatpekerja.
C. Beberapa Cara
Penyelesaian Sengketa Perburuhan
Sejalan dengan perkembangan zama era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan juga memerlukan payung dalam berbagai produk perundang-undangan yang dapat mengantisifasinya.
Sebelum Reformasi dalam pembaharuan perundang-undangan perburuhan dan ketenaga kerjaan masalah penyelesaian sengketa buruh masih memakai undang-undang lama antara lain :
1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 lembaran Negara No.42 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan.
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 Lembaga Negara No.93 Tahun 1964 tentang pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta.
Didalam kedua produk Perundang-undangan ini memberikan jalan penyelesaian sengketa buruh lebih di titik beratkan pada musyawarah mufakat antara buruh dan majikan melalui Lembaga Bepartie, dan bila tidak terselesaikan dapat dilanjutkan ke Lembaga Tripartie, dan seterusnya dapat dilanjutkan ke Pengadilan P4D dan P4P.
Akan tetapi pada zaman sekarang ini dimana semakin kompleksnya permasalahan perburuhan Undang-undang lama tersebut tidak dapat lagi memberikan jalan keluar dalam menyelesaikan sengketa perburuhan, sehingga di undangkanlah Undang-undang lain seperti Undang-undang Hak Azasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999, Undang-undang Serikat Pekerja Nomor 21 Tahun 2000, dan Undang-undang penyelesaian perselisihan Industrial Nomor 2 Tahun 2004.
1.
Pegawai perantara
Pegawai perantara merupakan pegawai
negeri yang ditunjuk oleh mentri di bidang kartanegaraan untuk memberikan
perantara dalam perselisishan pengusaha dengan serikat pekerja.
Bila pengusaha dan serikat pekerja
tidak berhasil menyelesaikan perselisihan secara bipartit dan mereka tidak
sepakat menyelesaikannya dengan memilih dan melalui juru pemisah, maka mereka
atau salah satu dari mereka dapat memberitahukan dan meminta bantuan pegawai
perantara untuk memperantarai.
2.
Juru pemisah
Merupakan orang atau badan yang
bersifat bebas dan tidak memihak, berfungsi menyelesaiakan perselisihan
hubungan industrial antara pengusaha dan serikat pekerja atas permintaan kedua
pihak yang berselisih.
3.
Panitia penyelesaian
perselisihan perburuhan daerah
Di dirikan di tingkat provinsi atau
mencangkup beberapa kabupaten untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial. P4P terdiri dari wakil-wakil unsur tripartit, yaitu 5 orang wakil
pemerintah, 5 orang wakil serikat pekerja dan 5 orang wakil asosiasi pengusaha.
a. Perselisihan
kepentingan
Perselisihan
kepentingan timbul bila pengusaha tidak bersedia atau tidak mampu memenuhi
tuntutan serikat pekerja atas perbaikan syarat kerja
b. Rencana
pemaksaan sepihak
Serikat
pekerja atau pengusaha yang merencanakan upaya pemaksaan sepihak berupa
pemogokan atau penutupan perusahaan , yang bersangkutan wajib memberitahu
rencana tersebut kepada P4D dan pihak lawan berselisih.
c. Pemutusan
hubungan kerja
Untuk
pemberentian kurang dari 10 orang pekerja, perusahaan harus mengajukan
permohonan izin dari P4D pertama-tama mengajukan pengusaha menyelesaikan secara
bipartit.
4.
Panitia penyelesaian
perselisihan perburuhan pusat
Sama halnya dengan P4D wakil-wakil
ketiga unsur tripartit, yaitu 5 orang wakil pemerintah, 5 orang wakil serikat
pekerja dan 5 orang wakil asosiasi pengusaha.
5.
Veto menteri
Menteri tenaga kerja dapat
membatalkan atau menunda pelaksanaan kebutuhan P4P bila pelaksanaan keputusan P4D
tersebut dianggap dapat menimbulkan ancaman terhadap ketertiban umum dan
kepentingan negara.
D.
pemogokan dan penutupan perusahaan
Pemogokan adalah aksi yang dilakukan oleh buruh atau
pekerja secara perseorangan ataupun secara berkelompok dengan cara berhenti
melakukan pekerjaan; tujuan dan aksi ini umumnya adalah meminta agar manajemen
perusahaan melakukan perbaikan kondisi kerja; pemogokan dilakukan untuk memperkuat tuntutan
1. Pemogokan
a. Pemogokan
sebagai upaya terakhir
b. Pemogokan
harus didukung seluruh anggota
c. Pemogokan
harus direncanakan dan diinformasikan
d. Penundaan
rencana mogok
e. Kewajiban
serikat pekerja membayar kompensasi
f. Pengusaha
tidak boleh membalas
g. Dampak
pemogokan
h. Intervensi
pemerintah
Penutupan
perusahaan adalah upaya perusahaan untuk menekan dan memaksa serikat pekerja
menerima syarat-syarat kerja yang ditawarkan pengusaha.
2. Penutupan
perusahaan
Untuk
memberikan keseimbangan atas hak serikat pekerja me;akukan pemogokan,
perusahaan juga diberi hak untuk menutup perusahaan sebagai reaksi terhadap
tuntutan serikat pekerja yang tidak dapat dipenuhinya.
3.
Mengindari pemogokan
dan penutupan perusahaan
E.
Jalan panjang menuju keadilan
Dilihat dari segi perangkat hukum
yang tersedia yaitu peraturan perundang-undangan dan kelembagaan, pengusaha dan
pekerja dapat mudah menyelesaikan perselisihan mereka secara adil. Pengusaha
dan serikat pekerja dapat memanfaatkan lembaga bipartit untuk menampung semua
keluh kesan pekerja dan menyelesaikannya dan dengan demikian tidak sampai
meningkat menjadi perselisihan. Kenyataan menunjukan bahwa masih banyak
perusahaan yang belum membentuk lembaga bipartit. Demikian juga masih banyak
lembaga bipartit yang ada belum berfungsi
secara efektif, baik karena jarang melakukan pertemuan,maupun karena
anggotannya tidak menjalankan misinya secara profesional. Bagi perusahaan dan
serikat pekerja yang tidak berhasil menyelesaikan masalah mereka secara
bipartit, dapat juga meminta bantuan pegawai perantara atau sekarang mediator
untuk mencapai titik kompromi.
F.
Undang-undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Dalam UU ini penyelesaian
perselisihan dapat dilakukan di luar pengadilan ( Pengadilan Hubungan Industrial).
Mekanisme ini tentunya lebih cepat dan dapat memenuhi rasa keadilan para pihak
karena penyelesaiannya berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Terdapat 4 bentuk
penyelesaian yaitu melalui :
a.
Bipartit
b.
Mediasi
c.
Konsiliasi
d.
arbitrase
a. Penyelesaian melalui
Bipartit
Penyelesaian secara
bipartit wajib diupayakan terlebih dahulu sebelum para pihak memilh alternatif
penyelesaian yang lain.Hal ini
berarti bahwa sebelum pihak atau pihak-pihak yang berselisih mengundang pihak
ketiga untuk menyelesaikan persoalan diantara mereka,maka harus terlebih dahulu
melalui tahapan perundingan para pihak yang biasa disebut sebagai
bipartit.Penyelesaian melalui bipartit nin harus diselesaikan paling lama 30
hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan . Apabila dalam jangka waktu 30
(tiga puluh)hari,salah satu pihak menolak untuk merunding atau telah dilakukan
perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan maka perundingan bipartit
dianggap gagal.
Apabila dalam perundingan
bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat Perjanjian Bersama(PB) yang
mengikat dan menjuadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.Dalam hal Perjanjian Bersama(PB)tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak,maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
di wilayah Perjanjian Bersama(PB) didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.
Dalam hal perundingan
bipartit tidak mencapai kesepakatan,maka salah satu atau kedua belah pihak
memberitahukan perselisihannya kepada instansinyang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat.
b. Penyelesaian melalui
Mediasi Wajib
Mediator,adalah pegawai
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang
memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk
bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis
kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
hak,perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat
pekerja/buruh dalam satu perusahaan.
Penyelesaian melalui
mediasi wajib diperuntukan bagi:
- Perselisihan hak
- Perselisihan kepentingan
- Perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
- Perelisihan antar serikat-pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan
Dalam waktu selambat-lambatnya
7(tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan tertulis,mediator harus sudah
mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang
mediasi.
Dalam hal tercapai
kesepakatanpenyelesaian melalui mediasi,maka dibuat Perjanjian Bersama (PB)
yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh mediator dan didaftar di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak
mengadakan Perjanjian Bersama.
Dalam hal mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama kepada para pihak. Para pihak harus memberikan pendapatnya secara tertulis kepada mediator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran.
Dalam hal mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama kepada para pihak. Para pihak harus memberikan pendapatnya secara tertulis kepada mediator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran.
Pihak yang tidak memberikan
pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis.
Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama (PB) untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).
Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama (PB) untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).
Apabila anjuran tertulis
ditolak oleh salah satu pihak atau oleh kedua belah pihak, maka penyelesaian
perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri setempat dengan mengajukan gugatan oleh salah satu pihak.
Mediator harus menyelesaikan tugasnya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal permintaan penyelesaian perselisihan.
Mediator harus menyelesaikan tugasnya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal permintaan penyelesaian perselisihan.
c. Penyelesaian melalui
Konsiliasi.
Konsiliator, adalah seorang
atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator dan ditunjuk oleh
Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran
tertulis kepada pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Penyelesaian melalui
komsiliasi diperuntukan bagi :
- Perselisihan kepentingan
- Perselisihan pemutusan hubungan kerja
– perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Penyelesaian oleh
konsilator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian
secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati para pihak.
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja, konsiliator harus sudah
mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari
kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama.
Dalam hal tercapai
kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama
(PB) yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh konsiliator serta
didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah
pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).
Dalam hal tidak tercapai
kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi, maka konsiliator mengeluarkan
anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang
konsiliasi pertama kepada para pihak.
Para pihak harus sudah
memberikan pendapatnya secara tertulis kepada konsiliator dalam waktu
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis.
Dalam hal para pihak
menyetujui anjuran tertulis, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja
sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para
pihak membuat Perjanjian Bersama (PB) dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian
Bersama (PB).
Dalam hal anjuran tertulis
ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka penyelesaian perselisihan
dilakukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
setempat dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak.
Konsiliator menyelesaikan
tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
menerima permintaan penyelesaian perselisihan.
Konsiliator harus terdaftar
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan telah
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan serta harus ada legitimasi oleh
Menteri atau Pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
Dalam melaksanakan tugasnya
konsiliator berhak mendapat honorarium/imbalan jasa yang dibebankan kepada
negara.
d. Penyelesaian melalui
Arbiter
Arbiter, adalah seorang
atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter
yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan
kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya
mengikat para pihak dan bersifat final.
Ruang Lingkup
Perselisihan yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase adalah perselisihan kepentingan, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Perjanjian Arbitrase.
Penyelesaian melalui
arbiter harus berdasarkan kesepakatan para pihak yang berselisih yang
dituangkan dalam Perjanjian Arbitrase. Perjanjian tersebut memuat antara lain
pokok-pokok perselisihan yang diserahkan pada arbiter, jumlah arbiter dan
pernyataan para pihak untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbiter.
Pihak-pihak dapat menunjuk
arbiter tunggal atau beberapa arbiter dalam jumlah gasal sebanyak-banyaknya 3
(tiga) orang. Arbiter yang ditunjuk haruslah arbiter yang telah ditetapkan oleh
Menteri dan wilayah kerjanya meliputi seluruh negara Republik Indonesia.
Penunjukan Arbiter.
Penunjukan Arbiter tunggal
berdasarkan kesepakatan para pihak secara tertulis. Apabila para pihak sepakat
untuk menunjuk beberapa arbiter secara tertulis dalam jumlah gasal,
masing-masing pihak berhak memilih seorang arbiter dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, sedangkan arbiter ketiga ditentukan
oleh para arbiter yang ditunjuk dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja untuk diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase.
Dalam hal para pihak tidak
sepakat untuk menunjuk arbiter baik tunggal maupun gasal, maka atas permohonan
salah satu pihak, Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter dari daftar arbiter
yang ditetapkan Menteri.
Perjanjian Penunjukan
Arbiter.
Sebelum melaksanakan
tugasnya, arbiter yang telah ditunjuk harus terlebih dahulu membuat Perjanjian
Penunjukan Arbiter dengan para pihak. Dalam perjanjian tersebut secara tegas
dinyatakan pokok-pokok yang menjadi perselisihan yang diserahkan kepada arbiter
untuk diselesaikan dan diambil keputusan dan pernyataan para pihak untuk tunduk
dan menjalankan keputusan arbitrase.
Pemeriksaan Perkara dalam
Arbitase.
Pemeriksaan oleh arbiter
atau majelis arbiter dilakukan secara tertutup kecuali para pihak yang
berselisih menghendaki lain. Dalam sidang arbitrase, para pihak yang berselisih
dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. Apabila pada hari
sidang para pihak yang berselisih atau kuasanya tanpa suatu alasan yang sah
tidak hadir, walaupun telah dipanggil secara patut, maka arbiter atau majelis
arbiter dapat membatalkan Perjanjian Penunjukan Arbiter dan tugas arbiter atau
majelis arbiter dianggap selesai.
Apabila pada hari sidang
pertama dan sidang-sidang selanjutnya salah satu pihak atau kuasanya tanpa
suatu alasan yang sah tidak hadir walaupun untuk itu telah dipanggil secara
patut, arbiter atau majelis arbiter dapat memeriksa perkara dan menjatuhkan
putusannya tanpa kehadiran salah satu pihak atau kuasanya.
Tuntutan Ingkar Arbiter
Arbiter yang telah ditunjuk
oleh para pihak berdasarkan perjanjian arbitrase dapat diajukan tuntutan ingkar
kepada Pengadilan Negeri apabila :
-
cukup alasan dan cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa
arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam
mengambil keputusan;
-
terbukti adanya hubungan kekeluargaan atau pekerjaan dengan salah satu
pihak atau kuasanya.
Putusan Pengadilan Negeri
tentang tuntutan ingkar tidak dapat diajukan perlawanan.
Lamanya Penyelesaian
Arbitrase.
Arbiter atau majelis
arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan surat Perjanjian
Penunjukan Arbiter dan dapat diperpanjang selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari kerja atas kesepakatan para pihak.
Dalam hal para pihak gagal
mencapai perdamaian, arbiter atau majelis arbiter akan melanjutkan sidang. Para
pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan pendirian dan pendapatnya baik secara
tertulis maupun lisan disertai bukti-bukti. Untuk mendapatkan bahan-bahan yang
diperlukan dalam rangka pemeriksaan perkara, arbiter atau majelis arbiter
berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan penjelasan tuntutan secara
tertulis,oatauomenyerahkanobuktiolainnya.
Putusan Arbiter.
Putusan arbiter diambil
berdasarkan hukum,keadilan,kebebasan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan putusan arbiter tersebut bersifat final dan mengikat para pihak.
Dalam hal putusan arbitrase
tidak dilaksanakan,maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan.
Permohonan Pembatalan pada
Mahkamah Agung atas Putusan Arbitre.
Meskipun putusan arbiter
bersifat tetap dan final,tetapi apabila putusan arbiter diduga mengandung
unsur-unsur yang merugikan salah satu pihak,atas putusan tersebut dapat
diajukan permohonan pembatalan pada Mahkamah Agung.Tenggang waktu untuk
mengajukan permohonan pembatalan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
tanggal putusan arbitrase.
Permohonan
pembatalan dapat diajukan apabila dipenuhinya salah satu unsur sebagai berikut:
a.
surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan
dijatuhkan diakui atau dinyatakan palsu;
b.
setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang
disembunyikan oleh pihak lawan;
c.
putusan diambil berdasarkan tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu
pihak dalam pemeriksaan perselisihan;
d.
putusan melampui kekuasaan arbiter;
e.
putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal permohonan
dikabulkan,Mahkamah Agung akan menetapkan akibat dari pembatalan baik
seluruhnya maupun seluruhnya maupun sebagian putusan arbitrase. Mahkamah Agung
harus sudah memutuskan permohonan pembatalan paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak tanggal menerima permohonan.
G.
Penerapan dan penegakan hukum
1. kesedian saling memahami dan
bekerjasama
2. profesionalisme hubungan
industrial
3. mengefektifkan pengawasan
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Perkembangan dunia bisnis yang
disertai dengan tuntutan perubahan di bidang hukum melalui Gerakan Reformasi
memiliki dampak yang nyata terhadap hukum ketenagakerjaan. Sejumlah fakta
memperlihatkan bahwa kasus-kasus yang ditangani oleh lembaga-lembaga hukum
sebelum lahirnya Undang-undang No. 13 tahun 2003 dan Undang-undang No. 2 tahun 2004,
tidak sepenuhnya diselesaikan secara maksimal. Dengan lahirnya kedua
undang-undang tersebut di atas, sebagian besar kekurangan sebagaimana yang
terjadi sebelumnya dapat diatasi.
Terhadap perumusan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur di dalam UU PHI, terdapat
sejumlah kritik atasnya. Kritik ini antara lain terkait dengan kurang
dimaksimalkannya penyelesaian perselisihan melalui mekanisme bipartit dan
mediasi. Mestinya materi hukum membatasi para pihak untuk (dapat) tidak menyetujui
mekanisme penyelesaian melalui bipartit dan mediasi. Terhadap hal ini penulis
berpandangan bahwa kebebasan para pihak untuk menyetujui atau menolak hasil
penyelesaian melalui mekanisme atau lembaga-lembaga sebagaimana diatur di dalam
UU PHI harus dihargai. Untuk tidak memperpanjang masa penyelesaian, pihak yang
berwenang juga seharusnya memaksimalkan usaha penyelesaian pada tingkat
perundingan bipartit dan mediasi, antara lain dengan menyediakan para penengah/
mediator yang hadal.
0 komentar:
Posting Komentar