2.1.1
Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja merupakam hal penting yang dimiliki individu di dalam bekerja. Setiap
individu pekerja memiliki karateristik yang berbeda-beda, maka tingkat kepuasan
kerjanya pun berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya kerja tersebut dapat
memberikan dampak yang tidak sama. Hal tersebut sangat tergantung pada sikap
mental individu yang bersangkutan sebagaimana Roe dan Byars (2008) dalam
Priansa (2016;291) mengatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan mendorong
terwujudnya tujuan organisasi secara efektif. Sementara tingkat kepuasan yang
rendah merupakan ancaman yang akan membawa kehancuran atau kemunduran bagi
organisasi, secara cepat maupun perlahan.
Menurut
Werther et al (2008) dalam Priansa
(2016;291) mengemukakan, bahwa kesukaan atau ketidak sukaan pegawai terhadap
pekerjaannya. Menurut Robbins (2006) dalam Priansa (2016;291) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu
sikap umum seorang individu terhadap pekerjaanya. Sedangkan menurut Goerge dan
Jones (2007) dalam Priansa (2016;291)
menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan,
keyakinan, dan pikiran tentang bagaimana respon seseorang terhadap pekerjaanya.
Berdasarkan
definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada
dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan
keinginan individu, maka makin tinggi pula kepuasannya terhadap kegiatan
tersebut. Jadi secara garis besar kepuasan kerja dapat diartikan sebagai hal
yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan yang mana karyawan pandang dalam
pekerjaannya.
2.1.1.1
Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan
Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup, karena sebagian besar waktu
manusia dihabiskan di tempat kerja. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan, menurut Sutrisno (2009:82) Faktor-faktor itu sendiri
dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi
masing-masing karyawan. Menurut
George dan Jones (2007) dalam Priansa (2016;302) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang memperngaruhi kepuasan kerja karyawan adalah:
1.
Kepribadian
Kepribadian sebagai karakter yang melekat pada diri
seseorang seperti perasaan, pemikiran, dan perilaku adalah determinan utama
yang menunjang setiap orang berfikir dan merasakan mengenai pekerjaan atau
kepuasan kerjanya. Kepribadian memberi pengaruh terhadap pemikiran dan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya sebagai hal positif atau negative. Seorang
individu karyawan yang agresif dan kompetitif akan memiliki target kepuasan
kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu karyawan yang tenang dan
santai dalam bekerja.
2.
Nilai-Nilai
Nilai berpengaruh terhadap kepuasan kerja karena nilai
mencerminakan keyakinan karyawan atas hasil kerjannya dan tata cara karyawan
harus berprilaku di tempat kerjanya. Karyawan dengan nilai kerja intrinsic yang
kuat ( berhubungan dengan jenis kerja itu sendiri), cenderung akan lebih puas
dengan pekerjaan yang menarik (interesting)
dan berarti (personally meaningful)
seperti pekerjaan yang bersifat social ketimbang pegawai dengan nilai kerja
intrinsic lemah, meskipun pekerjaan bersifat social ini memerlukan waktu kerja
yang panjang dan bayaran yang kecil. Karyawan dengan nilai kerja ekstrinsik
yang kuat (berhubungan dengan konsekuensi kerja) cenderung lebih puas dengan
pekerjaan yang dibayar tinggi tetapi jenis pekerjaannya monoton ketimbang
karyawan dengan nilai ekstrinsik rendah.
3.
Pengaruh
Sosial
Determinan terakhir dalam kepuasan kerja adalah pengaruh
social atau pengaruh sikap atau perilaku karyawan. Rekan kerja, budaya kerja,
dan gaya hidup karyawan berpotensi untuk mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.
Karyawan yang tumbuh dari budaya yang menekan pentingnya melakukan pekerjaan
yang berguna bagi semua orang tentunya akan kurang puas dengan pekerjaan yang
kompetitif
4.
Situasi
Kerja
Merupakan situasi yang berbentuk karena pekerjaan itu
sendiri, rekan kerja, supervisor,
karyawan dengan level lebih rendah, kondisi fisik, wewenang, hubungan dengan
pimpinan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.
2.1.1.2
Manfaat Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sikap
positif dari karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapinya dan terhadap segala
sesuatu yang ada hubungannya dengan pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja ini
merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam suatu perusahaan agar dapat
tercipta suatu suasana kerja yang sehat. Tanpa adanya kepuasan kerja, karyawan
tidak akan bekerja seperti apa yang diharapkan, akibatnya tujuan perusahaan
yang telah ditargetkan tidak akan tercapai.
Adanya
perasaan tidak puas dalam suatu perusahaan juga akan menimbulkan konflik dalam
organisasi kerja, sehingga iklim kerja yang diciptakan tidak mendukung
terlaksananya organisasi kerja yang harmonis dan serasi. Menurut penelitian
yang pernah dilakukan oleh Robinson dan Corners (2000) dalam Zoeldhan
(2013;156), menyebutkan bahwa kepuasan kerja akan memberikan manfaat antara
lain, sebagai berikut:
1.
Menimbulkan
peningkatan kebahagiaan hidup karyawan
2.
Peningkatan
produktivitas dan prestasi kerja
3.
Pengurangan
biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawan
4.
Meningkatkan
gairah dan semangat kerja
5.
Mengurangi
tingkat absensi
6.
Mengurangi
turnover
7.
Mengurangi
tingkat kecelakaan kerja
8.
Meningkatkan
motivasi kerja
9.
Menimbulkan
kematangan psikologis
10. Menimbulkan sikap positif terhadap
pekerjaannya.
2.1.1.3
Tujuan
Pengukuran Kepuasan Kerja
Tujuan
pengukuran kepuasan kerja bagi para karyawan adalah :
1. Mengidentifikasi kepuasan karyawan secara keseluruhan,
termasuk kaitannyadengan tingkat urutan prioritasnya (urutan faktor atau
atribut tolak ukur kepuasan yang dianggap penting bagi karyawan). Prioritas
yang dimaksud dapat berbeda antara para karyawan dari berbagai bidang dalam organisasi
yang sama dan antara organisasi yang satu dengan yang
lainnya.
2. Mengetahui persepsi setiap karyawan terhadap organisasi
atau perusahaan. Sampai seberapa dekat persepsi tersebut sesuai dengan harapan mereka dan
bagaimana perbandingannya dengan karyawan lain.
3. Mengetahui atribut–atribut mana yang termasuk dalam
kategori kritis yang berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan karyawan. Atribut yang bersifat kritis tersebut
merupakan prioritas untuk diadakannya peningkatan kepuasan karyawan.
4. Apabila memungkinkan, perusahaan atau instansi dapat
membandingkannya dengan indeks milik perusahaan atau instansi saingan atau yang lainnya
(Robbins, 2009;296).
2.1.1.4
Meningkatkan Kepuasan Kerja
Menurut
Hezberg dalam Priansa (2016;312) menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan
karyawan dapat dilakukan melalui dua fator, yaitu faktor pemuas dan faktor
pemelihara. Kedua faktor tersebut perlu diperhatikan oleh pimpinan organisasi.
1. Faktor Pemuas
Faktor
ini sering disebut sebagai motivasi, yang bersumber dari dalam diri karyawan,
untuk meningkatkan tersebut maja pimpinan organisasi perlu memenuhi faktor
pemuas antara lain:
a. Prestasi yang diraih
b. Pengakuan orang lain
c. Tanggung jawab
d. Peluang untuk maju
e. Kepuasan kerja itu sendiri
f. Kemungkinan perkembangan karir
2.
Faktor Pemelihara
Pimpinan
juga harus memperhatikan faktor pemelihara kepuasan kerja, faktor pemelihara
merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memenuhi
keberadaan karyawan. Faktor tersebut meliputi:
a. Kompensasi
b. Keamanan dan keselamatan
c. Kondisi kerja karyawan
d. Status
e. Prosedur organisasi
f. Supervise hubungan interpersonal
2.1.1.5
Cara Karyawan
Mengungkapkan Ketidakpuasan
Kerja
Ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dengan sejumlah
cara. Seperti berhenti,
karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau
mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kepada mereka. Berikut ini adalah
contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan jika mereka merasa tidak puas
menurut Robbins (2012;105):
1. Exit, perilaku yang
mengarah untuk meninggalkan organisasi, mecakup pencarian suatu posisi baru
maupun meminta berhenti.
2. Suara (Voice), dengan aktif dan konstruktif
mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran, perbaikan, membahas
problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
3. Kesetiaan (Loyality), pasif tetapi optimistis
menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi
kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “Melakukan hal
yang tepat”.
4. Pengabaian (Neglect), secara pasif membiarkan
kondisi memburuk, temasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis,
upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat.
2.1.1.6
Peran Manajer Dalam Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat sangat individual. Setiap
individu karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu,
semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat. Dalam konteks meningkatkan
kepuasan kerja, maka seorang manajer dituntut untuk memberikan suasana kerja
yang baik dan menyenangkan, adanya jaminan/keselamatan kerja sehingga karyawan
akan merasa terpuaskan.
Kepuasan kerja karyawan yang tinggi dapat membuat karyawan
bekerja dengan lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas.
Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan dengan kepuasan
kerja tinggi akan mencapai kematangan psikologis. Karyawan yang mendapatkan
kepuasan kerja yang baik biasanya mempunyai catatan kehadiran, perputaran kerja
dan prestasi kerja yang baik dibandingkan dengan karyawan yang tidak
mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja memiliki arti yang
sangat penting untuk memberikan situasi yang kondusif di lingkungan perusahaan.
2.1.1.7
Korelasi
Kepuasan Kerja
Hubungan
antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif.
Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah dampai kuat. Menurut Robbins
(2009;297) Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi
dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja. Beberapa
korelasi kepuasan kerja antara lain seperti: 1) Motivasi 2) Perlibatan kerja 3)
Organizational
citizenship behavior 4) Organizational
commitment 5) Ketidakhadiran 6)
Perputaran 7) Perasaan Stres 8) Prestasi Kerja.
2.1.1.8
Penilaian
Tingkat Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dalam
segi analisa statistiknya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat
dari kepuasan kerja bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket
maupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Kalau menggunakan tanya jawab
sebagai alatnya maka karyawan diminta untuk merumuskan tentang perasaannya
terhadap aspek-aspek pekerjaan. Cara lain dengan mengamati sikap dan tingkah
laku orang tersebut (As’ad
(2008) dalam Priansa (2016;298). Penilaian kepuasan
kerja seorang karyawan terhadap seberapa puas atau tidak puasnya dia dengan
pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan
yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain. Ada dua pendekatan yang paling
banyak digunakan yaitu: (Robbins, 2009:302):
1. Rating Scale
Pendekatan
yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan Rating Scale antara lain:
a.
Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ) adalah suatu alat pengukur
kepuasan kerja yang dirancang secara rinci unsur-unsur yang terkategorikan
dalam unsur kepuasan dan unsur ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur berbagai aspek
pekerjaan yang dirasakan sangat memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan,
tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan.
b. Job descriptive index (kendall dan hulin) adalah suatu
instrumen pengukur kepuasan kerja yang dapat diketahui secaara luas
bagaimana sikap karyawan terhadap komponen-komponen dari pekerjaan itu. Variabel
yang diukur adalah pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, supervisi
dan rekan kerja.
c. Porter Need Satisfaction Questionare
adalah suatu intrumen pengukur
kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja para manajer.
Pertanyaan yang diajukan lebih memfokuskan diri pada permasalahan tertentu dan
tantangan yang dihadapi oleh para manajer dalam memimpin bawahan.
2. Critical Incidents
Critical Incidents dikembangakan oleh Frederick
Herzberg. Dia menggunakan teknik ini dalam sebuah penelitiannya mengenai teori
motivasi dua faktor. Dalam penelitiannya tersebut dia mengajukan pertanyaan
kepada para karyawan tentang faktor-faktor apa yang saja yang membuat mereka
merasa puas dan tidak puas dalam menjalani pekerjaannya.
3. Interview
Metode
ini untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan wawancara atau interview yang dilakukan terhadap para
karyawan secara individu. Dengan metode ini dapat diketahui secara mendalam dan
terperinci mengenai bagaimana sikap karyawan terhadap berbagai aspek pekrjaan
yang saling berkaitan.
4. Action Tendencies
Action Tendencies dimaksudkan sebagai suatu
kecenderungan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Kepuasan kerja karyawan dapat dilihat berdasarkan action tendencies. Dalam penelitian ini
kepuasan kerja diukur dengan menggunakan model
fixed response scale yang dikembangakan dalam instrumen Minnesota
Satisfaction Questionare (MSQ)
2.1.1.9
Indikator Kepuasan Kerja
Secara
teoretis menurut Zainal (2014;623)
untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah sebagai berikut:
1. Isi pekerjaan
2. Supervisi
3. Organisasi atau manajemen
4. Kesempatan untuk maju
5. Jaminan Kerja
6. Rekan Kerja
7. Kondisi Pekerjaan
0 komentar:
Posting Komentar