Jumat, 20 Juli 2018

Pengertian Kepuasan Kerja


2.1.1             Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakam hal penting yang dimiliki individu di dalam bekerja. Setiap individu pekerja memiliki karateristik yang berbeda-beda, maka tingkat kepuasan kerjanya pun berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya kerja tersebut dapat memberikan dampak yang tidak sama. Hal tersebut sangat tergantung pada sikap mental individu yang bersangkutan sebagaimana Roe dan Byars (2008) dalam Priansa (2016;291) mengatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan mendorong terwujudnya tujuan organisasi secara efektif. Sementara tingkat kepuasan yang rendah merupakan ancaman yang akan membawa kehancuran atau kemunduran bagi organisasi, secara cepat maupun perlahan.
Menurut Werther et al (2008) dalam Priansa (2016;291) mengemukakan, bahwa kesukaan atau ketidak sukaan pegawai terhadap pekerjaannya. Menurut Robbins (2006) dalam Priansa (2016;291)  menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaanya. Sedangkan menurut Goerge dan Jones (2007) dalam Priansa (2016;291)  menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan, keyakinan, dan pikiran tentang bagaimana respon seseorang terhadap pekerjaanya.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa  kepuasan kerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi pula kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Jadi secara garis besar kepuasan kerja dapat diartikan sebagai hal yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan yang mana karyawan pandang dalam pekerjaannya.
2.1.1.1       Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup, karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan di tempat kerja. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, menurut Sutrisno (2009:82) Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Menurut George dan Jones (2007) dalam Priansa (2016;302) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memperngaruhi kepuasan kerja karyawan adalah:
1.    Kepribadian
Kepribadian sebagai karakter yang melekat pada diri seseorang seperti perasaan, pemikiran, dan perilaku adalah determinan utama yang menunjang setiap orang berfikir dan merasakan mengenai pekerjaan atau kepuasan kerjanya. Kepribadian memberi pengaruh terhadap pemikiran dan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya sebagai hal positif atau negative. Seorang individu karyawan yang agresif dan kompetitif akan memiliki target kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu karyawan yang tenang dan santai dalam bekerja.
2.    Nilai-Nilai
Nilai berpengaruh terhadap kepuasan kerja karena nilai mencerminakan keyakinan karyawan atas hasil kerjannya dan tata cara karyawan harus berprilaku di tempat kerjanya. Karyawan dengan nilai kerja intrinsic yang kuat ( berhubungan dengan jenis kerja itu sendiri), cenderung akan lebih puas dengan pekerjaan yang menarik (interesting) dan berarti (personally meaningful) seperti pekerjaan yang bersifat social ketimbang pegawai dengan nilai kerja intrinsic lemah, meskipun pekerjaan bersifat social ini memerlukan waktu kerja yang panjang dan bayaran yang kecil. Karyawan dengan nilai kerja ekstrinsik yang kuat (berhubungan dengan konsekuensi kerja) cenderung lebih puas dengan pekerjaan yang dibayar tinggi tetapi jenis pekerjaannya monoton ketimbang karyawan dengan nilai ekstrinsik rendah.
3.    Pengaruh Sosial
Determinan terakhir dalam kepuasan kerja adalah pengaruh social atau pengaruh sikap atau perilaku karyawan. Rekan kerja, budaya kerja, dan gaya hidup karyawan berpotensi untuk mempengaruhi tingkat kepuasan kerja. Karyawan yang tumbuh dari budaya yang menekan pentingnya melakukan pekerjaan yang berguna bagi semua orang tentunya akan kurang puas dengan pekerjaan yang kompetitif
4.    Situasi Kerja
Merupakan situasi yang berbentuk karena pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, supervisor, karyawan dengan level lebih rendah, kondisi fisik, wewenang, hubungan dengan pimpinan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.

2.1.1.2       Manfaat Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sikap positif dari karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapinya dan terhadap segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja ini merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam suatu perusahaan agar dapat tercipta suatu suasana kerja yang sehat. Tanpa adanya kepuasan kerja, karyawan tidak akan bekerja seperti apa yang diharapkan, akibatnya tujuan perusahaan yang telah ditargetkan tidak akan tercapai.
Adanya perasaan tidak puas dalam suatu perusahaan juga akan menimbulkan konflik dalam organisasi kerja, sehingga iklim kerja yang diciptakan tidak mendukung terlaksananya organisasi kerja yang harmonis dan serasi. Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Robinson dan Corners (2000) dalam Zoeldhan (2013;156), menyebutkan bahwa kepuasan kerja akan memberikan manfaat antara lain, sebagai berikut:
1.        Menimbulkan peningkatan kebahagiaan hidup karyawan
2.        Peningkatan produktivitas dan prestasi kerja
3.        Pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawan
4.        Meningkatkan gairah dan semangat kerja
5.        Mengurangi tingkat absensi
6.        Mengurangi turnover
7.        Mengurangi tingkat kecelakaan kerja
8.        Meningkatkan motivasi kerja
9.        Menimbulkan kematangan psikologis
10.    Menimbulkan sikap positif terhadap pekerjaannya.

2.1.1.3       Tujuan Pengukuran Kepuasan Kerja
Tujuan pengukuran kepuasan kerja bagi para karyawan adalah :
1.    Mengidentifikasi kepuasan karyawan secara keseluruhan, termasuk kaitannyadengan tingkat urutan prioritasnya (urutan faktor atau atribut tolak ukur kepuasan yang dianggap penting bagi karyawan). Prioritas yang dimaksud dapat berbeda antara para karyawan dari berbagai bidang dalam organisasi yang sama dan antara organisasi yang satu dengan yang lainnya.
2.    Mengetahui persepsi setiap karyawan terhadap organisasi atau perusahaan. Sampai seberapa dekat persepsi tersebut sesuai dengan harapan mereka dan bagaimana perbandingannya dengan karyawan lain.
3.    Mengetahui atribut–atribut mana yang termasuk dalam kategori kritis yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan karyawan. Atribut yang bersifat kritis tersebut merupakan prioritas untuk diadakannya peningkatan kepuasan karyawan.
4.    Apabila memungkinkan, perusahaan atau instansi dapat membandingkannya dengan indeks milik perusahaan atau instansi saingan atau yang lainnya (Robbins, 2009;296).

2.1.1.4       Meningkatkan Kepuasan Kerja
Menurut Hezberg dalam Priansa (2016;312) menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan karyawan dapat dilakukan melalui dua fator, yaitu faktor pemuas dan faktor pemelihara. Kedua faktor tersebut perlu diperhatikan oleh pimpinan organisasi.
1.    Faktor Pemuas
Faktor ini sering disebut sebagai motivasi, yang bersumber dari dalam diri karyawan, untuk meningkatkan tersebut maja pimpinan organisasi perlu memenuhi faktor pemuas antara lain:

a.    Prestasi yang diraih
b.    Pengakuan orang lain
c.    Tanggung jawab
d.   Peluang untuk maju
e.    Kepuasan kerja itu sendiri
f.     Kemungkinan perkembangan karir
2.  Faktor Pemelihara
Pimpinan juga harus memperhatikan faktor pemelihara kepuasan kerja, faktor pemelihara merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memenuhi keberadaan karyawan. Faktor tersebut meliputi:
a.    Kompensasi
b.    Keamanan dan keselamatan
c.    Kondisi kerja karyawan
d.   Status
e.    Prosedur organisasi
f.     Supervise hubungan interpersonal

2.1.1.5       Cara Karyawan Mengungkapkan Ketidakpuasan Kerja
Ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dengan sejumlah cara. Seperti berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kepada mereka. Berikut ini adalah contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan jika mereka merasa tidak puas menurut Robbins (2012;105):
1.    Exit, perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mecakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
2.    Suara (Voice), dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran, perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
3.    Kesetiaan (Loyality), pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “Melakukan hal yang tepat”.
4.    Pengabaian (Neglect), secara pasif membiarkan kondisi memburuk, temasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat.

2.1.1.6       Peran Manajer Dalam Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat sangat individual. Setiap individu karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat. Dalam konteks meningkatkan kepuasan kerja, maka seorang manajer dituntut untuk memberikan suasana kerja yang baik dan menyenangkan, adanya jaminan/keselamatan kerja sehingga karyawan akan merasa terpuaskan.
Kepuasan kerja karyawan yang tinggi dapat membuat karyawan bekerja dengan lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan dengan kepuasan kerja tinggi akan mencapai kematangan psikologis. Karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja yang baik biasanya mempunyai catatan kehadiran, perputaran kerja dan prestasi kerja yang baik dibandingkan dengan karyawan yang tidak mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja memiliki arti yang sangat penting untuk memberikan situasi yang kondusif di lingkungan perusahaan.

2.1.1.7       Korelasi Kepuasan Kerja
Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah dampai kuat. Menurut Robbins (2009;297) Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja antara lain seperti: 1) Motivasi 2) Perlibatan kerja 3) Organizational citizenship behavior 4) Organizational commitment 5) Ketidakhadiran 6) Perputaran 7) Perasaan Stres 8) Prestasi Kerja.

2.1.1.8       Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dalam segi analisa statistiknya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan suatu kelompok kerja. Kalau menggunakan tanya jawab sebagai alatnya maka karyawan diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek-aspek pekerjaan. Cara lain dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut (As’ad (2008) dalam Priansa (2016;298). Penilaian kepuasan kerja seorang karyawan terhadap seberapa puas atau tidak puasnya dia dengan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain. Ada dua pendekatan yang paling banyak digunakan yaitu: (Robbins, 2009:302):
1.    Rating Scale
Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja  dengan menggunakan Rating Scale antara lain:
a.         Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ) adalah suatu alat pengukur kepuasan kerja yang dirancang secara rinci unsur-unsur yang terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur berbagai aspek pekerjaan yang dirasakan sangat  memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan, tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan.
b.    Job descriptive index (kendall dan hulin) adalah suatu instrumen pengukur kepuasan kerja yang dapat diketahui  secaara luas bagaimana sikap karyawan terhadap komponen-komponen dari pekerjaan itu. Variabel yang diukur adalah pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja.
c.    Porter Need Satisfaction Questionare adalah suatu intrumen pengukur kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja para manajer. Pertanyaan yang diajukan lebih memfokuskan diri pada permasalahan tertentu dan tantangan yang dihadapi oleh para manajer dalam memimpin bawahan.
2.    Critical Incidents
Critical Incidents dikembangakan oleh Frederick Herzberg. Dia menggunakan teknik ini dalam sebuah penelitiannya mengenai teori motivasi dua faktor. Dalam penelitiannya tersebut dia mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang faktor-faktor apa yang saja yang membuat mereka merasa puas dan tidak puas dalam menjalani pekerjaannya.
3.    Interview
Metode ini untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan wawancara atau interview yang dilakukan terhadap para karyawan secara individu. Dengan metode ini dapat diketahui secara mendalam dan terperinci mengenai bagaimana sikap karyawan terhadap berbagai aspek pekrjaan yang saling berkaitan.
4.      Action Tendencies
Action Tendencies dimaksudkan sebagai suatu kecenderungan   seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kepuasan kerja  karyawan dapat dilihat berdasarkan action tendencies. Dalam penelitian ini kepuasan kerja diukur dengan menggunakan model fixed response scale yang dikembangakan dalam instrumen Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ)

2.1.1.9       Indikator Kepuasan Kerja
Secara teoretis menurut Zainal (2014;623) untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah sebagai berikut:
1.    Isi pekerjaan
2.    Supervisi
3.    Organisasi atau manajemen
4.    Kesempatan untuk maju
5.    Jaminan Kerja
6.    Rekan Kerja
7.    Kondisi Pekerjaan

0 komentar:

Posting Komentar