Rabu, 04 Oktober 2017

MANAJEMEN KINERJA “Kerangka Kerja Sistem Manajemen Kinerja”

MAKALAH
MANAJEMEN KINERJA
“Kerangka Kerja Sistem Manajemen Kinerja”
Dosen Pengampu :
Description: D:\download.jpg Maulidya Rizki,MM






Disusun Oleh:
FAUZIANTO ARI SANDI              (14 311 054)
DEVI OKTAVIA PUSPITA S        (14 311 068)
VIVIANA MILYANI                       (14 311 109)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2017



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yangdiberikan kepadanya.
Kinerja yang baik selalu diusahakan oleh setiap orang yang ada didalam organisasi atau perusahaan guna mencapai tujuan dan misi perusahaan serta merealisasikan visi organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu pengukuran terhadap sebuahkinerja perlu dilakukan, dan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja diperlukan sebuahsistem manajemen kinerja.Sistem Manajemen Kinerja merupakan sebuah proses manajemen untuk memastikankaryawan memfokuskan upaya kerja mereka dengan cara yang berkontribusi untuk mencapaimisi organisasi atau perusahaan.
Sistem manajemen kinerja merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam mengukursampai sejauh mana pencapaian yang telah di raih perusahaan dalam rangka merealisasikanvisinya.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  FONDASI PENGEMBANGAN KERANGKA KERJA SISTEM MANAJEMEN KINERJA

Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang telah dicanangkan dan di kembangkan menggunakan prinsip-prinsip dan kaidah seperti telah dikupas pada Bab 3 terdahulu, langkah selanjutnya (framework) dari sistem yang akan kita bangun. Prof. Andy Neely (Neely dkk., 2002) mengemukakan bahwa 95% manajer gagal menerjemahkan visi, misi, dan strategi yang telah dirancang ke dalam Sistem Manajemen Kinerja, terutama dalam proses implementasi nya, selain dikarenakan perbedaan lingkungan perusahaan yang dihadapi dibandingkan dengan kerangka kerja standart yang ada dalam buku teks, juga Karena adanya resistansi dari dalam perusahaan. Resistansi ini biasannya dikarenakan mereka sudah memiliki sistem pengukuran kinerja, yang sering kali belum terintegrasi, dan mereka ingin sistem yang mereka terapkan saat ini dapat diintegrasikan ke dalam rancangan Sistem Manajemen Kinerja yang baru. Mereka tidak ingin memulai dari nol dan hanya selalu berganti-ganti sistem saja tanpa adanya keterkaitan dengan sistem yang lama. Untuk itu, perlu dipahami bahwa dalam mengembangkan Sistem Manajemen Kinerja terdapat tujuh langkah yang perlu diperhatikan, seperti tertera pada Gambar 4.1.























Gambar 4.1 Tujuh Langkah Pengembangan Sistem Manajemen Kinerja

1.      Langkah pertama: Menyelaraskan pengembangan Sistem Manajemen Kinerja dengan strategi perubahan lain dalam perusahaan.
Tujuan dari langkah ini adalah untuk menetapkan sasaran dari pengembangan Sistem Manajemen Kinerja dalam kerangka peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Pertanyaan krusial yang harus dijawab dalam langkah ini adalah: apakah Sistem Manajemen Kinerja yang akan dikembangkan dirancang untuk keseluruhan perusahaan atau hanya untuk level tertentu dari perusahaan. Dalam proses mnyelaraskan pengembangan Sistem Manajemen Kinerja dengan strategi perubahan dan pengembangan lain yang sedang dilakukan perusahaan, terdapat 4 hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
a.       Perhatikan program pengukuran yang sudah ada sebelumnya di perusahaan.
b.      Siapkan penjelasan mengapa Sistem Manajemen Kinerja sangat penting bagi peningkatan daya saing perusahaan.
c.       Susun skenario untuk menampung kemungkinan Sistem Manajemen Kinerja berkembang dari rancangan semula, yang pada saat awal perancangan mungkin hanya menyangkut satu bagian kecil atau hanya melibatkan sedikit variabel.
d.      Fleksibel terhadap kemajuan dalam pengembangan Sistem Manajemen Kinerja yang dapat bervariasi serta dapat dipengaruhi oleh kondisi eksternal perusahaan.

2.      Langkah kedua: Menjelaskan tujuan pengembangan dan manfaat Sistem Manajemen Kinerja baru
Tujuan dari langkah kedua ini adalah untuk mempersiapkan orang-orang yang akan terlibat dalam perubahan pada saat Sistem Manajemen Kinerja yang telah dirancang tersebut akan diterapkan. Setelah memperkenalkan Sistem Manajemen Kinerja kepada seluruh lapisan karyawan diperusahaan, semua pekerja harus percaya bahwa sedang dilakukan sesuatu yang berbeda. Oleh karena itu, harus dijelaskan keterlibatan Sistem Manajemen Kinerja dalam pekerjaan mereka dan bagaimana Sistem Manajemen Kinerja tersebut akan mereka gunakan. Sistem Manajemen Kinerja tidak hanya digunakan oleh manajemen tetapi juga oleh setiap karyawan. Sangatlah penting bagi karyawan untuk memahami tujuan dari penerapan Sistem Manajemen Kinerja. Dalam penggunaanya, jangan lupa untuk menginformasikan kepada pelanggan dan pemasok mengenai keputusan yang telah di ambilberkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen Kinerja baru serta perubahan yang diharapkan perusahaan terhadap kedua pihak tersebut. Secara garis besar, langkah kedua ini meliputi:
a.       Membangun kemitraan (Partnership)dengan semua pihak, sebagai strategi holistic untuk mengantisipasidan persiapan untuk merespon terjadinya perubahan.
b.      Menunjukkan bagaimana Sistem Manajemen Kinerja membantu proses perubahan
c.       Menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam 2-3 tahun ke depan.
d.      Memberikan pengarahan singkat tentang program perancangan dan penerapan Sistem Manajemen Kinerja.
e.       Mengidentifikasikan karyawan kunci yang akan berperan dalam perancangan dan penerapan Sistem Manajemen Kinerja
f.       Menjelaskan langkah berikutnya yang akan ditindaklanjuti, yang meliputi tindak lanjut, aturan main, jangka waktu, konsekuensi, dan sebagainya.

3.      Langkah Ketiga: Memantapkan kesepakatan dalam proses pengembangan dan pemanfaatan Sistem Manajemen Kinerja
Tujuan dari langkah ini adalah untuk mengintegrasikan semua level organisasi, mulai dari kelompok kerja, departemen, divisi, dan organisasi keseluruhan. Oleh karena itu, proses pembangunan Sistem Manajemen Kinerja harus dipersepsikan sebagai pendekatan holistik untuk mencapai praktik terbaik (Best Practice) berdasarkan kemitraan (Partnership) dan pemberdayaan (empowerment).

Prosedur Langkah ketiga secara ringkas meliputi:
a.       Kesepakatan membentuk tim yang akan bertanggung jawab dalam forum konsultatif.
b.      Menentukan titik mula (starting point) pengembangan Sistem Manajemen Kinerja,
c.       Menyusun rencana kerja publikasi.
d.      Persetujuan kerangka kerja (framework) untuk pembangunan Sistem Manajemen Kinerja.
e.       Fokus dalam pembangunan kelompok-kelompok pelaksana: target dan sumber daya yang akan dilibatkan.
f.       Kontinu menggunakan forum konsultatif sebagai sarana monitoring/fasilitator untuk menyediakan bantuan bagi kelompok pelaksana dan menjamin integrasi pengembangan Sistem Manajemen Kinerja.

4.      Langkah Keempat: Melakukan identifikasi faktor keberhasilan yang kritis (critical success factor) bagi perusahaan

Dilema yang biasanya dihadapi organisasi manapun dalam memperkenalkan Sistem Manajemen Kinerja adalah isu-isu kritis yang dihadapi perusahaan. Sebelum kita memulai dengan apa yang akan diukur oleh Sistem Manajemen Kinerja, harus jelas dulu aspek apa dalam perusahaan yang kritis untuk mencapai visinya. Memilih faktor keberhasilan yang kritis adalah usaha mengidentifikasikan isu-isu yang menentukan kesehatan dan vitalitas suatu perusahaan. Fakor keberhasilan kunci yang dapat menjadi ukuran keberhasilan perusahaan haruslah yang berada dalam lingkup visi perusahaan, misi perusahaan, nilai-nilai perusahaan, dan rencana strategis yang telah ditetapkan. Untuk menentukan faktor keberhasilan yang kritis ini diperlukan keahlian dan kemampuan dari Manajemen senior.

Prosedur langkah keempat meliputi:
a.       Melakukan proses konsultasi rencana strategis dengan manajemen puncak.
b.      Mengkaji ulang faktor keberhasilan kritis melalui komunikasi dengan pegawai dan pelanggan.
c.       Finalisasi faktor keberhasilan kritis yang berhubungan dengan aspek-aspek kinerja perusahaan.
d.      Mengomunikasikan apa saja faktor keberhasilan kritis tersebut dan mengapa dipilih.
e.       Menggunakan faktor keberhasilan yang kritis tersebut dalam segi operasi perusahaan, terutama dalam konteks pengembangan Sistem Manajemen Kinerja.



5.      Langkah kelima: pembentukan tim yang ditugasi memilih Sistem Manajemen Kinerja.

Sistem Manajemen Kinerja memiliki peranan dalam suatu organisasi, baik secara global, divisional, departemental, maupun kelompok kerja dan individu. Secara global, Sistem Manajemen Kinerja dapat melacak kinerja organisasi organisasi sehingga dapat dilakukan identifikasi faktor keberhasilan kritis, critical success factor (CSF). Sedangkan dalam lingkup divisional, Sistem Manajemen Kineja mencerminkan CSF tetapi mencakup fungsional dalam divisi tertentu. Pada level departemen, Sistem Manajemen Kinerja mencerminkan CSF dan dapat diterapkan dalam departemen tertentu. Selanjutnya, dalam lingkungan kelompok kerja, Sistem Manajemen Kinerja dapat diterapkan dalam proyek-proyek kerja yang sedang dikerjakan oleh kelompok kerja dan tiap-tiap individu dalam kelompok tersebut. Kelompok kerja merupakan level sangat penting dalam pengembangan Sistem Manajemen Kinerja. Kunci utama dalam operasionalisasi rancangan Sistem Manajemen Kinerja terletak pada kelompok kerja dan individu yang ada didalamnya. Manfaat perusahaan melatih karyawan dalam hubungannya dengan Sistem Manajemen Kinerja adalah agar karyawannya dapat menganalisis proses, dapat mengidentifikasi masalah, melakukan perencanaan, dan mengkaji kembali kinerja individunya dalam periode tertentu. Yang dapat dilakukan oleh kelompok kerja dalam Sistem Manajemen Kinerja adalah:
a.       Mengklarifikasikan tujuan tiap kelompok kerja
b.      Menetapkan tujuan yang disepakati dan target kelompok kerja.
c.       Menetapkan pembagian tugas serta tanggung jawab tiap individu dalam sebuah kelompok kerja
d.      Memfokuskan pada proses kunci untuk tujuan perbaikan
e.       Mengidentifikasikan permasalahan dan menentukan prioritas perbaikan.
f.       Mengukur keberhasilan dari setiap aksi yang dilakukan.

Prosedur langkah Kelima meliputi:
a.       Mengidentifikasi proses, dalam hal ini kelompok kerja dapat memilih Sistem Manajemen Kinerja kelompok kerja mereka sendiri dengan mengulang apa yang telah mereka lakukan dan menganalisis dampaknya terhadap organisasi.
b.      Mengizinkan Sistem Manajemne Kinerja untuk berkembang. Tidak ada kelompok kerja yang dapat menetapkan sebuah Sistem Manajemen Kinerja yang sempurna saat pertama kali di rancang, bahkan setelah perulangan yang kedua sekalipun, oleh karena itu biarkan kelompok kerja untuk selalu memperbaikinya dan mengembangkannya hingga mendekati kesempurnaan.
c.       Mendorong Sistem Manajmen Kinerja yang dirancang agar mampu terap (applicable), meski tidak sempurna. Kelompok kerja harus didukung dengan memberikan informasi yang valid agar rencananya dapat diterapkan.
d.      Jangan kehilangan arah karena kepemilikan, dimana sering kali timbul konflik karena masing-masing kelompok merasa bagiannyalah yang paling penting dalam menentukan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
e.       Buat Sistem Manajemen Kinerja yang terintegrasi, yang di mulai dari bawah dan terkait dengan level berikutnya secara langsung.

6.      Langkah keenam: Mengembangkan kerangka display, laporan, dan review pada setiap level dalam perusahaan

Nilai Sistem Manajemen Kinerja akan semakin lengkap jika digunakan secara konsisten dalam membantu meningkatkan kinerja individu maupun perusahaan. Nila-Nilai tersebut akan menjadi bahan komunikasi yang andal jika ditunjang dengan penggunaan display yang menarik dan penyusunan laporan yang komunikatif,


Prosedur langkah keenam meliputi:

a.       Melakukan atau menyediakan pelatihan yang sesuai untuk memberdayakan potensi yang tersimpan pada setiap individu sehingga dapat mengembangkan Sistem Manajemen Kinerja yang paling optimal.
b.      Mempromosikan penggunaan sistem Sistem Manajemen Kinerja yang sistematis dengan melakukan pelatihan dan pengayaan bagi setiap karyawan.
c.       Menyediakan atau menampilkan grafik yang konsisten untuk menghidari adanya kebingungan dari pembacanya.
d.      Menggunakan presentasi grafik yang bervariasi bentuknya seperti bar chart, trend graph, run chart, dan sebagainya.
e.       Memberikan dukungan kepada kelompok kerja untuk menghasilkan display yang paling relevan dengan pekerjaan mereka.
f.       Melakukan kajian ulang secara regular terhadap hasil dari masing-masing kelompok kerja, departemen, dan divisi.

7.      Langkah ketujuh: Memfasilitasi pemanfaatan Sistem Manajemen Kinerja untuk meningkatkan kinerja perusahaan

Sistem Manajemen Kinerja dapat menjadi pengendali bagi penerapan praktik terbaik (Best Practice) dalam organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk mengintegrasikan Sistem Manajemen Kinerja dengan inisiatif perbaikan organisasi yang lebih luas, yang menyangkut perencanaan strategis, daya tawar perusahaan (enterprise bargaining), kaji banding (Benchmarking), dan strategi perubahan lingkungan kerja. Integrasi tersebut dapat dicapai dengan memainkan peran Sistem Manajemen Kinerja dalam inisiatif perbaikan kinerja yang spesifik.
Prosedur langkah ketujuh:


a.       Secara terhadap memperpanjang penggunaan sistem manajemen kinerja. Sekali sebuah tim memperkenalkan Sistem Manajemen Kinerja nya, perlu dilanjutkan dengan pengembangan SMK tersebut agar dapat diintegrasikan dengan strategi lainnya, seperti perencanaan strategis, kaji banding (benchmarking), dan strategi pengembangan daya tawar perusahaan (enterprise bargaining).
b.      Memperpanjang penggunaan Sistem Manajemen Kinerja melalui konsultasi dengan stakeholder menuju strategi praktik terbaik (best practice)
c.       Menstandardisasi Sistem Manajemen Kinerja dalam organisasi. Dalam praktiknya, seluruh perangkat Sistem Manajemen Kinerja seharusnya sama untuk benchmarking, perencanaan strategis, atau untuk keperluan enterprise bargaining.

2.2  KERANGKA KERJA SISTEM MANAJEMEN KINERJA

Dari berbagai macam kerangka kerja Sistem Manajemen Kinerja yang telah di perkenalkan oleh para pakar dalam bab 1, the balanced score card (BSC) merupakan salah satu kerangka kerja yang paling populer di gunakan didunia. Hal ini dikarenakan BSC menganut filosofi ‘All Size’ dan ‘Unisex’ artinya, BSC hanya menyediakan kerangka yang terdiri dari 4 perspektif, yaitu financial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan hanya menyediakan kerangka kerja yang sederhana dan aplikatif tersebut. Banyak perusahaan akan dengan mudah memasukkan variabel yang diperlukan kedalam empat perspektif tersebut. Namun demikian, kritik terhadap BSC juga banyak, yang dilontarkan oleh para pakar dalam berbagai jurnal maupun dalam asosiasi pengukuran kinerja (Performance Measurement Association), dimana Prof. Kaplan dan Prof. Neely menjadi pembina di asosiasi tersebut. Kritik pertama berkaitan dengan fokus pada perspektif financial. Tidak semua organisasi semata-mata meletakkan fokus pada pencapaian keberhasilan financial. Bahkan, bagi Negara-negara Eropa yang pada dasaranya cenderung menganut paham sosialis, perspektif financial yang terlalu kapitalis tidaklah cocok diterapkan. Bisnis telah berubah. Finansial bukan satu-satunya ukuran keberhasilan perusahaan. Masih banyak aspek lain yang menjadi target organisasi seperti pengembangan komunitas, kepedulian lingkungan, kelestarian alam, dan sebagainya yang semuannya itu tidak dapat di rangkum dalam perspektif finansial saja.

Kritik kedua berkaitan dengan keterkaitan antarvariabel secara linear yang hanya berdasarkan asumsi atau pemahaman atas keterkaitan antar variabel tersebut tanpa disertai data statistik pendukung. Padahal keterkaitan antar variabel merupakan salah satu roh dalam Sistem Manajemen Kinerja. Dalam BSC tidak secara tegas dijelaskan mekanisme mencari keterkaitan antarvariabel tersebut.

Kritik ketiga menyangkut tidak disediakannya ruang untuk kaji banding (benchmarking). Benchmarking disinggung dalam BSC secara sepintas namun tidak diberikan telaah yang cukup jelas, bagaimana dan kepada siapa benchmarking tersebut harus dilakukan.
Kritik keempat menyangkut kebingungan dalam pemahaman antara tataran Sistem Manajemen Kinerja dengan Strategi Operasi.

Kritik kelima berkaitan dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Walaupun banyak kritik terhadap kerangka kerja BSC tersebut, para pengkritiknya tidak banyak yang mengajukan konsep baru kerangka kerja yang lebih baik untuk di terapkan. Mengingatkan kembali pada Tahap Perancangan Sistem Manajemen Kinerja yang tertera pada gambar 2.1 di Bab 2, berikut ini akan dikemukakan (highlight) kembali kerangka kerja Sistem Manajemen Kinerja tersebut seperti tertera pada Gambar 4.2



Description: C:\Users\ASUS\Downloads\index 2.png














Gambar 4.2 Kerangka Kerja Sistem Manajemen Kinerja

2.3  PEMILIHAN VARIABLE KINERJA
            Pada dasarnya terdapat dua tipe variable kinerja, yaitu variable kuantitatif dan variable kualitatif. Variable kinerja kinerja kuantitatif lebih disukai karena lebih objektif dan biasanya tidak menghabiskan waktu untuk mengukur serta tidak diperlukan harus di hindari karena tidak  memberikan makna, sebagi contoh :
·         Jumlah peserta yang hadir dalam sebuah penelitian
·         Jumlah pertemuan yang di hadiri
·         Jumlah laporan yang dikumpulkan
·         Jumlah publikasi yang dilakukan oleh ilmuwan atau akademisi
·         Jumlah poses yang diperbaiki
·         Jumlah saran yang diberikan oleh karyawan
Data tersebut tidak bermakna karena hanya menunjukkan evidence atau fakta yang pada dasarnya bukan menunjukan kinerja. Terlebih lagi, data-data tersebut tidak menunjukkan bagaimana kinerja untuk variable-variable yang ada akan memperbaiki kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Variable kualitatif diperlukan karenaa banyak aspek dari kinerja organisasi yang tidak cukup hanya dinilai berdasarkan angka-angka. Pada dasarnya terdapat empat tipe dasar variabel kualitatif seperti diperhatikan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. variabel kualitatif

Kreteria spesifik
Opini
Rating
1 (terbaik)
2
Ranking
3
4 (terbaik)

Pendekatan pengukuran terbaik yang menggunakan variabel kualitatof adalah seperti tertera pada contoh nomer 1, yaitu menggunakan criteria spesifik dan menerapkan system rating. Contoh penggunaan skor semacam ini ada pada pendekatan system manajemen kinerja yang menggunakan kerangka Malcolm Baldrige Criteria. Perusahaan diberikan skor total sebesar 1000 berdasarkan bagaimana perusahaan tersebut memenuhi criteria yang spesifik dan rinci yang dianjurkan dalam pendekatan tersebut. Penelitian mengevaluasi system dan keluaran dari perusahaan, kemudian melakukan diskusi dengan pihak internal perusahaan untuk mencapai persetujuan terhadap skor yang dicapai perusahaan.
Keselamatan dan audit financial juga merupakan contoh bagaimana pendekatan pengukuran dilakukan berdasarkan kriteria yang spesifik. Penilaian kinerja yang menyertakan opini biasanya merupakan pendekatan yang kurang baika, karena menyertakan aspek subjektif. Penghargaan academy award merupakan salah satu contoh hal ini. Tidak ada criteria spesifik untuk memenangkan penghargaan ini. Actor dengan bahasa inggris berlogat british cinderung menjadi favorit untuk memenangka penghargaan sedangkan peran-peran dalam film komedi biasanya dilihat dari sebelah mata.
Hal lain yang harus dicermati dari variabel kinerja biasanya adalah keseimbangan dalam penerapan variabel pengukuran kinerja yang mencerminkan masa lalu. Saat ini dan masa yang akan datang. Tabel 4.2. berikut mengilustrasikan hal tersebut.
Tabel 4.2. contoh variabel masa lalu, masa kini, dan masa depan
Ukuran masa lalu
Ukuran masa kin
Ukuran masa depan
Financial
Keuntungan
Arus kas (cash flow)
Nilai barang yang dipesan
Pengambalian investasi (ROI)
Harga saham
Anggaran R & D
Pengeluaran total
Sisa anggaran
Biaya modal & anggaran yang di investasikan
Pelanggan
Bisnis baru
Surve pelanggan
Loyalitas pelanggan
Pelanggan yang pergi
Complain
Refensi pelanggan bagi calon pelanggan lain
Lama hubungan yang terbina
Pengembalian barang yang dibeli
Hambatan untuk keluar
Karyawan
Keluar masuk karyawan
Surve moral pekerja
Keberhasilan rekrutmen
Jumlah keselakaan
Prilaku yang memperlihatkan keselamatan kerja
Skor audit keselamatan
Absensi
Tingkat stress
Referensi oleh karyawan yang ada saat ini.
Operasi
Jumlah unit produksi per jam
Produk setengah jadi
(work in process)
Produk yang terjadwal
Jumlah produk rusak/scrap
Ukuran yang berkaitan dengan proses
Evaluasi rancangan produk/proses
Biaya yang hemat dalam proses
Waktu siklus untuk proses penting
Identifikasi peluang
Pengiriman tepat waktu
Waktu yang di gubnakan tim
Penjadwalan yang lengkap
Pembelajaran & inovasi
Pelatihan yang diikuti
Rencanan pengembangan
Indeks modal insani
ROI produk baru
Rancanagan produk baru
Jumlah ide yang dikaji ulang
Produk/servise

Jumlah paten yang di tiru kompetiror

Salah satu aspek terpenting dalam merancang variabel kinerja adalah jumlah yang seimbang antara variabel yang mengindikasikan kinerja masa lalu, saat ini, maupun masa depan. Kinerja masa lalu menyediakan data hasil yang telah terjadi disebut juga sebagai lagging metrics (ukuran telah lewat). Kinerja saat ini memperlihatkan kinerja dalam waktu yang pendek, yang saat ini sedang terjadi, sehingga dapat diperbaiki kinerjanya jika di dapati penyimpangan dari target yang telah di tetapkan. Ukuran yang berorientasi masa depan bukanlah prediksi atau ramalan. Tetap merupakan indicator yang memandu kinerja masa lalu dan masa kini agar kinerja masa depan lebih baik. Variabel kinerja masa depan ini justru merupakan variabel terpenting karena akan mendukung pengelolaam perhatiain dari perusahaan saat merancang system manajemen kinerja yang akan diterapkan. Pengujian apakah indicator masa depan yang kita pilih bagus atau tidak adalah dengan mengkaji adanya keterkaitan antara indicator tersebut  dengan indicator saat ini maupun masa lalu sebagai contoh, sebuah perusahaan  menemukan  bahwa indeks loyalitas pelanggan memiliki korelasi ini, perusahaan dapat meramalkan kesuksesan dimasa depan berkaitan dengan kemungkinan peningkatan pendapatan. Oleh karena itu, sangat banyak jika dilakukan riset terlebih dahulu yang kaitan dengan  potensi indicator masa depan  untuk memastikan kolerasinya  dengan indicator  masa lalu dan masa kini. Sangat berbahaya memilih indicator kini. Oleh karena itu, tips penting dalam pemilihan indicator adalah dengan menanyakan : dapatkah kita mempengarusi kinerja variabel yang kita pilih  ini, dan bukan , dapatkah kita  mengendalikan ukuran kinerja ini ?
Terdapat dua jenis variabel pengukuran kinerka ditinjau dari level penentuan dan fungsinya, yaitu strategic dan operasional. Perbandingan keduanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.3 perbandingan variabel stratejik dan operasional
Variabel statejik
Variabel operasional
Terkait dengan visi
Terkait dengan misi dan atau nilai-nilai perusahaan
Di turunkan dari factor kunci keberhasilan
Diturunkan dari tujuan bisnis yang funfamental
Terbatas 2.4. variabel
Mungkin terdiri dari 12 atau lebih variabel
Cinderung berubah dalam priode waktu tertentu
Cinderung tetap
Cinderung disatukan dalam bentuk indeks yang terdiri dari variabel-variabel individu.
Kombinasi dari indeks dan ukuran tunggal
Kinerjanya dikaji oleh eksekutif yang lebih tinggi
Kinerjanya dikaji oleh eksekutif dan manajer yang lebih luas
Focus pada satu atau duan aspek kinerja perusahaan
Focus pada hamper semua aspek kinerja perusahaan

Dalam menentukan variabel kinerja, yang paling mudah dan murah adalah dengan cara mengutip dari daftar variabel yang di kemukakan dalam berbagai buku teks. Namun demikian, cara ini tidak disara kan jika ingin merancang variabel kinerja yang kontektual terhdap bidang usaha yang ingin  dikembangkan. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis produk atau jasa yang ditawarakan, lingkungan persaingan yang dihadapi, perilaku pelanggan, dan letak geografis yang berbeda membutuhkan variabel yang berbeda pula.
Dalam menentukan variabel kinerja, perlu dicermati dua jenis kesalahan yang sering terjadi, yaitu yang disebut sebagai gap dan false alarm. Gap di identifikasikan sebagai tidak mengukur variabel kinerja yang seharusnya di ukur, sehingga kita kehilangan variabel kritis yang seharusnya kita kelolas. Oleh karena itu  dengan banyak nya gap yang kita buat peningkatan kinerja perusahaan akan sulit diwujudkan. Sebaiknya, false alarm  di identifikasikan  sebagi malakukan pengukuran pada variabel-variabel  yang seharusnya  tidak perlu mendapatkan perhatian.  Oleh karena itu  dalam fase alarm  terjadi salah satu focus dan mubazirkan  usaha serta biaya yang terserap pada aspek aspek yang tidak penting. Yang seharusnya bukan merupakjan prioritas untuk kita kelola. Diagram berikutnya ini memudahkan pemahaman menyangkut gap dan false alarm tersebut.








Gambar 4.3 Gap





Gambar 4.4 false alarm

Kesalahan tipikal dalam penentuan variabel kinerja yang biasa di temui saat perencanaan system manajemen kinerja adalah, terutama, menyangkut hal-hal :
1.      Adanya variabel kritis yang belum tercantum
2.      Terlalu banyak variabel
3.      Variabel kurang bermakna
4.      Salah penekanan terhadap variabel
5.      Sukar dalam penerjemahan dan penerapan
6.      Bias dantara foakus untuk pengendalian versus perbaikan
Tahap-tahap penentuan variabel kinerja yang kontekstual dalam system manajemen kinerja dapat digambarkan secara diagramatis sebagai berikut.











Gambar 4.5 Langkah-langkah penentuan variabel kinerja

Untuk penentukan, memetakan, dan menganalisis apakah variabel yang kita pilih sudah sesuai dengan yang seharusnya dipilih, dapat digunakan alat bantu kuesioner seperti tertera pada tabel 4.4 dan 4.5 berikut ini
Tabel 4.4 penentuan focus perbaikan











Tabel 4.5. Gap dan False Alarm
             







Penentuan variabel kunci kinerja hendaknya bersifat sinamis. Yaitu harus disesuaikan dengan kondisi perkembangan perusahaan dan perubahan lingkungan persaingan yang terjadi. Langkah – langkah berikut ini di buat sebagai panduan untuk mengkasi ulang variabel-variabel kunci kinerja.

Gambar 4.6 pengkajian kontekstualitas variabel kinerja









Untuk mendeteksi kontekstualitas dan kebermakanaan variabel kinerja, dapat dibantu dengan menggunakan check list belikut ini.
Aspek
Ya
Tidak
Variabel kinerja > 20 untuk tiap prespektif


Variabel yang dipilih sangat tenting danberkaitan dengan keseluruhan tujuan dan misi yang terlah ditetapkan


Variabel yang idpilih merupakan gabungan antara variabel yang mengukur masa lalu, masa kini, maupun masa depan.


Ukuran kuantitatif didasarkan pada variabel yang bermakna


Ukuran kualitatif didasarkan pada rating dengan criteria spesifik


Variabel se-objetif mungkin


Variabel yang dipilih akan mednorong perilaku karyawan maupun mitra yang baik


Pengumpulan data dimungkinkan dengan ongkos yang efektif


Keterkaitan antara variaben masa lalu, masa kini, maupun masa depan


Karyawan tidak mudah melakukan kecurangan dalam variabel yang dipilih


Variabel dapat ditelusuri dengan sendirinya dalam waktu yang regular, sehingga selalu dapat dideteksi jika terjadi penyimpangan kinerja



2.4   Pengumpulan Data
Setelah mengidentifikasikan jenis variabel kinerja yang akan diterapkan adalah pengumpulan data. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika selama proses penentuan variabel kinerja itu sendiri, secara paralel juga diterapkan proses pengumpulan data yang menantinya akan diterapkan. Keberhasilan  kegiatan pengumpulan data harus didukung oleh manajemen yang tepat.

       2.4.1 Menentukan Kebutuhan Data
Bertujuan untuk dijadikan dasar dalam analisis lebih lanjut, dengan kata lain, umtuk mengubah data yang dapat menjadi informasi yang akan digunakan bagi pembuat keputusan. Untuk itu diperlukan menyusun rencana pengumpulan data terlebih dahulu untuk memastikan bahwa data yang didapat akan mendukung sasaran dari program pengukuran kinerja dan memberikan gambaran detail kepada pengguna informasi ini nantinya. Intergritas program pengukuran kinerja sangat bergantung pada kualitas pengumpulan data.
Penyusunan rencana ini harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Pemahaman mengenai informasi yang dibutuhkan
2.      Pemahaman mengenai sumber informasi
3.      Proses pengumpulan data
4.      Pengumpulan data dan laporan secara berkala
5.      Biaya pengumpulan data
6.      Perlindungan data
Kualitas data diartikan sebagai tingkat informasi yang dapat diandalkan dan konsisten di sebuah organisasi. Jika terdapat data yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas data dan keputusan yang dibuat berdasarkan data tersebut. Oleh karenanya, diperlukan usaha untuk memastikan kualitas data yang diperoleh. Tingkat kualitas data ditentukan berdasarkan 4 kiteria, yaitu :
1.      Akurasi
2.      Kelengkapan
3.      Konsisten
4.      Penyebaran data

  2.4.2 Perimbangan Dalam Pengumpulan Data
Terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengumpulan data, yaitu :
1.      Teknik pengambilan sempel
Kelebihan sampling dan kekurangan sampling

Kelebihan Sampling
Kekurangan Sampling
-          Dapat menekan biaya pengumpulan dan analisis secara signifikan
-          Mempersingkat waktu untuk menyelesaikan evaluasi
-          Akan sangat berguna jika pengukuran keseluruhan populasi dirasakan tidak mungkin dan tidak efisien
-          Adanya kemungkinan untuk tidak dapat mengumpulkan seluruh data dan salah identifikasi
-          Sehubungan dengan data kualitatif kurangnya observasi akan mengurangi perspektif yang dibutuhkan.

2.      Bias
Pada setiap metode evaluasi pasti terdapat kemungkinan unsur bias, yang akan menyebabkan pengumpulan data cenderung menggambarkan satu sisi masalah saja.
3.      Ongkos
Pimpinan program harus dapat menyesuaikan kebutuhan evaluasi dengan kemampuan finansial yang ada.
4.      Sebaran demografi
Aspek yang terkait dengan target populasi dari program sampling yang akan dilakukan.
5.      Tingkat akurasi
Pengumpulan data akan menghasilkan sebagian informasi yang tingkat akurasinya bervariasi
6.      Tingkat kerincian
Pimpinan program harus mempertimbangkan tingkat rincian informasi yang dibutuhkan, kesesuaian, dan dan cara mengakumulasikannya.
7.      Tingkat respons
Merupakan rasio dari respons yang diterima terhadap jumlah kuesioner yang disebarkan, aspek ini penting dalam menentukan bias
8.      Kecepatan
Teknik pengumpulan data yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, perlu ada pertimbangan dalam pemiliha tenik pengumpulan data,sehubungan dengan waktu penggunaan informasi.
9.      Input dari stakeholder
Pihak-pihak yang akan terkena dampak atau efek dari hasil setiap langkah yang dilakukan.
2.4.3        Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang berbeda akan menghasilkan informasi dan pengertian yang berbeda pula. Pada saat manajer program mulai memilih metode pengumpulan data, harus diingat adanya trade-off dengan metode pengumpulan data dari tipe yang berbeda. Setiap metode yang berbeda akan mengakibatkan bias, cost, response, rate, speed, level of detail, validity, reliability dan memiliki kegunaan yang bervariasi. Beberapa metode pengumpulan data yang biasa digunakan :
1.      Data Agen
Keuntungan  pengambilan data dari data agen diantara lain data telah tersedia dengan harga murah dan prosedur transformasi data ke dalam indikator sudah dikenal oleh hampir semua personel dalam agen tersebut sehingga memudahkan  proses pengelolahaan maupun analisisnya.
Kekurangan metode ini yaitu jarang dapat memasok data yang berkaitan dengan kualitas pelayanan dan masih diperlukan modifikasi dari bentuk data mentah menjadi data yang mencerminkan indikator kinerja.
2.      Observasi langsung
Pengumpulan data melalui mekanisme observasi langsung terlatih memerlukan peninjauan yang mampu menilai kondisi putcome yang dapat diterima oleh mata atau indra fisik lainnya.

Langkah-langkah proses implementasi metode observasi langsung mencangkup :
1.      Menentukan konisi penilaian
2.      Mengembangkan skalarating untuk setiap kondisi
3.      Menentukan fasilitas atau area yang akan dinilai, kapan, dan frekuensi dilakukan
4.      Memilih dan melatih observer, yang bisa  dilakukan oleh siapa pun
5.      Menguji skala dan observer dalam jumlah kecil di beberapa fasilitas untuk memastikan mereka memberikan rating yang konsisten
6.      Prosedur supervisi observer, pencatatan, rekaman, dan pemprosesan data terkumpul
7.      Memimpin proses rating
8.      Mengembangkan dan menyebarkan laporan temuan dari tiap rangkaian rating periode tertentu dan perubahan dari periode sebelumnya.
3.      Survai dan wawancara
Metode informasi dengan bertanya langsung kepada pihak yang terkait dan data dapat dikumpulkan melalui pertanyaan langsung sehingga diperoleh data kualitatif, kuantitatif, mau pun keduanya.
Berikut langkaj-langkah mengoptimalkan survai:
1.        Menetapkan area evaluasi dan mengembangkan pertanyaan yang applicable
2.        Menetapkan rencana survai
3.        Mengembangkan sampling
4.        Mengembangkan kuesioner
5.        Tes dasar kuesiopner, pertanyaan individu, dan waktu pengujian
6.        Distribusi kuesioner kepada responden
7.        Ada follow-up contact dengan nonresponden, jika ukuran sempel terlalu kecil
8.        Menganalisis data dan membagikan hasilnya kepada para stakeholder
9.        Melaporkan hasil yang diperoleh

4.      Penelitian berpasangan (pear review) / evaluasi panel oleh para ahli (expert panal evaluation)
Pear review atau evaluasi oleh para ahli melalui panel biasanya dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian dan pengembangan. Kenuntungan dari metode ini anatara lain dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah yabng sangat kompleks. Dapat mengevaluasi proyek yang masih jauh dari tahap kematangan, dan dapat mengakumulasi pendapat para ahli untuk  digunakan dalam pengembangn metodelogi. Kerugianya anatara lain memungkinkan timbulnya bias-bias yang menghalangi metode yang telah ada dan  peer review jarang sekali digunakan untuk menilai pengaruh suatu progam (subjektif).
Cara meningkatkan hasil dari peer review.
·         Gunakan peer review untuk membantu teknik evaluasi yang lain.
·         Evaluasi peer review untuk aktivitas R&D yang berbeda didaerah umum.
·         Peer harus mudah diketahui
·         Hindari internal peers.
·         Berhati-hatilah terhadap gangguan fungsi dinamis.
·         Jika menggunakan skala, lakukan uji validitas dan reabilitas skala tersebut.
·         Menyediakan pernyaan bias bagi penguji.

5.      Cost – Benefit / Cost Effectiveness Studies
Dibutuhkan beberapa kumpulan data yang signifikan untuk mengembangkan Cost Benefit Studies dan Cost Effectiveness Studies. Cost-Benefit Studies dilakukan untuk mengevaluasi biaya progam bersama dengan kentungan yang dicapai. Sedangkan Cost Effectiviveness Studies merupakan tipe dari Cost-Benefit Studies diaman biaya progam yang dievaluasi itu identik sehingga hanya dibutuhkan menjalankan Cost-Benefit/Cost Affectiveness Studies yaitu. Life-Cycle, Prospective, dan Retrospective. Factor lain yang juga perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode ini adalah identifikasi biaya dan keuntungam, menilai keuntungan, mengonversikan biaya dan keuntungan menjadi nilai saat ini ( Present Values ).
6.      Studi Kasus ( Case Studies )
Studi kasus merupakan metode pengumpulan data dan invormasi dengan menggunakan deskripsi dan analisis atas situasi tertentu, terutama untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut efisiensi dan efektivitas progam sekarang ini. Studi kasus yang baik menyakup :
1)      Menampilkan contoh ilustratif progam, baik yang sukses maupun gagal.
2)      Indentifikasi masalah, termasuk progam saat ini.
3)      Deskripsi interaksi anata tujuan progam dan batasanya
4)      Pengujian teori dan strategi yang spesifik.
5)      Identifikasi elemen progam, untuk studi lanjutan dan perbandingan.
6)      Ketersediaan data yang signifikan, kredibel, dan komprehensif.
7)      Rangkuman bukti untuk rekomdasi agar bisa digeneralisasikan pada progam yang lain.

7.      Content Review
Content review merupakan metode pengumpulan data yang mengarah pada kodifikasi dan analisis data kualitatif. Dengan pengkodean dan klasifikasi sumber data kualitatif tersebut, dapat dikembangan pengertian atas sejumlah besar analisis kualitatif.
8.      File Review
Pengkajian ulang terhadap data yang telah dikumpulkan dapat memberikan informasi yang diperlukan, yang terutama berhubungan dengan evaluasi progam. Meskipun terdapat begitu banyak berkasi (file), file review, biasanya membantu untuk kasus-kasus tertentu seperti informasi yang berkaitan dengan demografis. Dengan file review yang teliti, akan di temukan kunci pengukuran kinerja atau laporan yang di kehendaki.
9.      Focus Grup
Focus grup merupakan sebuah kelompok kecil yang dibentuk untuk mengumpulkan informasi yang mendalam serta cepat dan umumnya melibatkan pihak ketiga. Kegunaan focus grup antara lain menghasilkan hipotesis penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian lebih lanjut dan dapat di uji menggunakan pendekatan kuantitatif, memicu timbulnya ide baru dan konsep kreatif, mendiagnosis masalah-masalah sedang dihadapi, mengetahui dan mempelajari bagaimana respoden mendeskripsikan pandangan mereka, mengelola hasil kuantitatif yang sudah dicapai sebelumnya, serta menjadi forum bagi stakeholder untuk menuangkan pandangan mereka dan berpartisipasi dalam proses yang berlangsung.
Keuntungan focus grup antara lain :
·         Menyediakan data yang dikumpulakn dari sekelompok orang dalam waktu singkat dan biaya lebih sedikit dibandingan dengan melakukan wawancara secara individual.
·         Penelitian dapat berinteraksi secara langsung dengan responden, sehingga memungkinkan adanya pertanyaan lanjutan, klarifikasi terhadap responden yang diberikan, dan observasi lebih lanjut dari responden nonverbal.
·         Responden dapat membangun respon dari anggota lain dalam kelompok.
·         Terdapat fleksibilitas dalam menentukan kisaran topic dari subjek yang ada.
·         Merupakan forum untuk merspons jawaban secara cepat daripada menulis jawaban satu persatu.


2.4.4 Pengecekan Data
Dalam mengkaji strategi pengumpulan data, yakinkan bahwa anda sudah :
Aspek
Ya
Tidak
Mempertimbangkan berbagai variasi pendekatan sebelum menetapkan salah satu metode untuk diterapkan.


Mengevluasi ongkos pengumpulan data


Mengonsultasikan dengan pihak internal dan eksternal untuk menentukan metode pengumpulan data terbaik


Menggunakan instrument pengumpulan data dan metode terbaik yang dapat di usahakan.


Kembangkan pengendalian yang cukup dan hindarkan kecurangan  dalam pemilihan variabel dan datanya.


Menggunakan kelompok atau individu yang tepat untuk mengumpulkan data tersebut


Kembangkan pengecekan yang ada untuk menjamin konsitensi dalam judgement yang mungkin harus diambil


Menggunakan teknik sampling yang cocok untuk pengumpulan data







BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yangdiberikan kepadanya.
Dan memahami bahwa dalam mengembangkan Sistem Manajemen Kinerja terdapat tujuh langkah yang perlu diperhatikan, seperti
1.      Langkah pertama: Menyelaraskan pengembangan Sistem Manajemen Kinerja dengan strategi perubahan lain dalam perusahaan.
2.      Langkah kedua: Menjelaskan tujuan pengembangan dan manfaat Sistem Manajemen Kinerja baru
3.      Langkah Ketiga: Memantapkan kesepakatan dalam proses pengembangan dan pemanfaatan Sistem Manajemen Kinerja
4.      Langkah Keempat: Melakukan identifikasi faktor keberhasilan yang kritis (critical success factor) bagi perusahaan
5.      Langkah kelima: pembentukan tim yang ditugasi memilih Sistem Manajemen Kinerja.
6.      Langkah keenam: Mengembangkan kerangka display, laporan, dan review pada setiap level dalam perusahaan
7.      Langkah ketujuh: Memfasilitasi pemanfaatan Sistem Manajemen Kinerja untuk meningkatkan kinerja perusahaan









DAFTAR PUSTAKA

1.      Wibisono Dermawan, 2006, Manajemen Kinerja: Konsep, Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan, Jakarta, Penerbit Erlangga Diakses pada 08 Maret 2017 14:53



0 komentar:

Posting Komentar