MAKALAH
MANAJEMEN KINERJA
“Kerangka Kerja Sistem Manajemen
Kinerja”
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh:
FAUZIANTO ARI SANDI (14
311 054)
DEVI OKTAVIA PUSPITA S (14 311 068)
VIVIANA MILYANI (14 311 109)
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH GRESIK
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yangdiberikan kepadanya.
Kinerja yang baik selalu diusahakan oleh setiap orang yang ada didalam
organisasi atau perusahaan guna mencapai tujuan dan misi perusahaan serta
merealisasikan visi organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu pengukuran
terhadap sebuahkinerja perlu dilakukan, dan untuk melakukan pengukuran terhadap
kinerja diperlukan sebuahsistem manajemen kinerja.Sistem Manajemen Kinerja
merupakan sebuah proses manajemen untuk memastikankaryawan memfokuskan upaya
kerja mereka dengan cara yang berkontribusi untuk mencapaimisi organisasi atau
perusahaan.
Sistem manajemen kinerja merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam
mengukursampai sejauh mana pencapaian yang telah di raih perusahaan dalam
rangka merealisasikanvisinya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 FONDASI PENGEMBANGAN KERANGKA KERJA
SISTEM MANAJEMEN KINERJA
Berdasarkan
visi, misi, dan strategi yang telah dicanangkan dan di kembangkan menggunakan
prinsip-prinsip dan kaidah seperti telah dikupas pada Bab 3 terdahulu, langkah
selanjutnya (framework) dari sistem yang akan kita bangun. Prof. Andy Neely
(Neely dkk., 2002) mengemukakan bahwa 95% manajer gagal menerjemahkan visi,
misi, dan strategi yang telah dirancang ke dalam Sistem Manajemen Kinerja,
terutama dalam proses implementasi nya, selain dikarenakan perbedaan lingkungan
perusahaan yang dihadapi dibandingkan dengan kerangka kerja standart yang ada
dalam buku teks, juga Karena adanya resistansi dari dalam perusahaan.
Resistansi ini biasannya dikarenakan mereka sudah memiliki sistem pengukuran
kinerja, yang sering kali belum terintegrasi, dan mereka ingin sistem yang
mereka terapkan saat ini dapat diintegrasikan ke dalam rancangan Sistem
Manajemen Kinerja yang baru. Mereka tidak ingin memulai dari nol dan hanya
selalu berganti-ganti sistem saja tanpa adanya keterkaitan dengan sistem yang
lama. Untuk itu, perlu dipahami bahwa dalam mengembangkan Sistem Manajemen
Kinerja terdapat tujuh langkah yang perlu diperhatikan, seperti tertera pada
Gambar 4.1.

Gambar
4.1 Tujuh Langkah Pengembangan Sistem Manajemen Kinerja
1. Langkah
pertama: Menyelaraskan pengembangan Sistem Manajemen Kinerja dengan strategi
perubahan lain dalam perusahaan.
Tujuan
dari langkah ini adalah untuk menetapkan sasaran dari pengembangan Sistem
Manajemen Kinerja dalam kerangka peningkatan kinerja perusahaan secara
keseluruhan.
Pertanyaan
krusial yang harus dijawab dalam langkah ini adalah: apakah Sistem Manajemen
Kinerja yang akan dikembangkan dirancang untuk keseluruhan perusahaan atau
hanya untuk level tertentu dari perusahaan. Dalam proses mnyelaraskan
pengembangan Sistem Manajemen Kinerja dengan strategi perubahan dan
pengembangan lain yang sedang dilakukan perusahaan, terdapat 4 hal yang harus
dipertimbangkan yaitu :
a. Perhatikan
program pengukuran yang sudah ada sebelumnya di perusahaan.
b. Siapkan
penjelasan mengapa Sistem Manajemen Kinerja sangat penting bagi peningkatan
daya saing perusahaan.
c. Susun
skenario untuk menampung kemungkinan Sistem Manajemen Kinerja berkembang dari
rancangan semula, yang pada saat awal perancangan mungkin hanya menyangkut satu
bagian kecil atau hanya melibatkan sedikit variabel.
d. Fleksibel
terhadap kemajuan dalam pengembangan Sistem Manajemen Kinerja yang dapat
bervariasi serta dapat dipengaruhi oleh kondisi eksternal perusahaan.
2. Langkah
kedua: Menjelaskan tujuan pengembangan dan manfaat Sistem Manajemen Kinerja baru
Tujuan
dari langkah kedua ini adalah untuk mempersiapkan orang-orang yang akan
terlibat dalam perubahan pada saat Sistem Manajemen Kinerja yang telah
dirancang tersebut akan diterapkan. Setelah memperkenalkan Sistem Manajemen
Kinerja kepada seluruh lapisan karyawan diperusahaan, semua pekerja harus
percaya bahwa sedang dilakukan sesuatu yang berbeda. Oleh karena itu, harus
dijelaskan keterlibatan Sistem Manajemen Kinerja dalam pekerjaan mereka dan
bagaimana Sistem Manajemen Kinerja tersebut akan mereka gunakan. Sistem
Manajemen Kinerja tidak hanya digunakan oleh manajemen tetapi juga oleh setiap
karyawan. Sangatlah penting bagi karyawan untuk memahami tujuan dari penerapan
Sistem Manajemen Kinerja. Dalam penggunaanya, jangan lupa untuk
menginformasikan kepada pelanggan dan pemasok mengenai keputusan yang telah di
ambilberkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen Kinerja baru serta perubahan
yang diharapkan perusahaan terhadap kedua pihak tersebut. Secara garis besar,
langkah kedua ini meliputi:
a. Membangun
kemitraan (Partnership)dengan semua pihak, sebagai strategi holistic untuk
mengantisipasidan persiapan untuk merespon terjadinya perubahan.
b. Menunjukkan
bagaimana Sistem Manajemen Kinerja membantu proses perubahan
c. Menetapkan
tujuan yang akan dicapai dalam 2-3 tahun ke depan.
d. Memberikan
pengarahan singkat tentang program perancangan dan penerapan Sistem Manajemen
Kinerja.
e. Mengidentifikasikan
karyawan kunci yang akan berperan dalam perancangan dan penerapan Sistem
Manajemen Kinerja
f. Menjelaskan
langkah berikutnya yang akan ditindaklanjuti, yang meliputi tindak lanjut,
aturan main, jangka waktu, konsekuensi, dan sebagainya.
3. Langkah
Ketiga: Memantapkan kesepakatan dalam proses pengembangan dan pemanfaatan
Sistem Manajemen Kinerja
Tujuan
dari langkah ini adalah untuk mengintegrasikan semua level organisasi, mulai
dari kelompok kerja, departemen, divisi, dan organisasi keseluruhan. Oleh
karena itu, proses pembangunan Sistem Manajemen Kinerja harus dipersepsikan
sebagai pendekatan holistik untuk mencapai praktik terbaik (Best Practice)
berdasarkan kemitraan (Partnership) dan pemberdayaan (empowerment).
Prosedur
Langkah ketiga secara ringkas meliputi:
a. Kesepakatan
membentuk tim yang akan bertanggung jawab dalam forum konsultatif.
b. Menentukan
titik mula (starting point) pengembangan Sistem Manajemen Kinerja,
c. Menyusun
rencana kerja publikasi.
d. Persetujuan
kerangka kerja (framework) untuk pembangunan Sistem Manajemen Kinerja.
e. Fokus
dalam pembangunan kelompok-kelompok pelaksana: target dan sumber daya yang akan
dilibatkan.
f. Kontinu
menggunakan forum konsultatif sebagai sarana monitoring/fasilitator untuk
menyediakan bantuan bagi kelompok pelaksana dan menjamin integrasi pengembangan
Sistem Manajemen Kinerja.
4. Langkah
Keempat: Melakukan identifikasi faktor keberhasilan yang kritis (critical
success factor) bagi perusahaan
Dilema yang biasanya dihadapi organisasi manapun
dalam memperkenalkan Sistem Manajemen Kinerja adalah isu-isu kritis yang
dihadapi perusahaan. Sebelum kita memulai dengan apa yang akan diukur oleh
Sistem Manajemen Kinerja, harus jelas dulu aspek apa dalam perusahaan yang
kritis untuk mencapai visinya. Memilih faktor keberhasilan yang kritis adalah
usaha mengidentifikasikan isu-isu yang menentukan kesehatan dan vitalitas suatu
perusahaan. Fakor keberhasilan kunci yang dapat menjadi ukuran keberhasilan
perusahaan haruslah yang berada dalam lingkup visi perusahaan, misi perusahaan,
nilai-nilai perusahaan, dan rencana strategis yang telah ditetapkan. Untuk
menentukan faktor keberhasilan yang kritis ini diperlukan keahlian dan kemampuan
dari Manajemen senior.
Prosedur
langkah keempat meliputi:
a. Melakukan
proses konsultasi rencana strategis dengan manajemen puncak.
b. Mengkaji
ulang faktor keberhasilan kritis melalui komunikasi dengan pegawai dan
pelanggan.
c. Finalisasi
faktor keberhasilan kritis yang berhubungan dengan aspek-aspek kinerja
perusahaan.
d. Mengomunikasikan
apa saja faktor keberhasilan kritis tersebut dan mengapa dipilih.
e. Menggunakan
faktor keberhasilan yang kritis tersebut dalam segi operasi perusahaan,
terutama dalam konteks pengembangan Sistem Manajemen Kinerja.
5. Langkah
kelima: pembentukan tim yang ditugasi memilih Sistem Manajemen Kinerja.
Sistem Manajemen Kinerja memiliki peranan dalam
suatu organisasi, baik secara global, divisional, departemental, maupun
kelompok kerja dan individu. Secara global, Sistem Manajemen Kinerja dapat
melacak kinerja organisasi organisasi sehingga dapat dilakukan identifikasi
faktor keberhasilan kritis, critical success factor (CSF). Sedangkan dalam
lingkup divisional, Sistem Manajemen Kineja mencerminkan CSF tetapi mencakup
fungsional dalam divisi tertentu. Pada level departemen, Sistem Manajemen
Kinerja mencerminkan CSF dan dapat diterapkan dalam departemen tertentu.
Selanjutnya, dalam lingkungan kelompok kerja, Sistem Manajemen Kinerja dapat diterapkan
dalam proyek-proyek kerja yang sedang dikerjakan oleh kelompok kerja dan
tiap-tiap individu dalam kelompok tersebut. Kelompok kerja merupakan level
sangat penting dalam pengembangan Sistem Manajemen Kinerja. Kunci utama dalam
operasionalisasi rancangan Sistem Manajemen Kinerja terletak pada kelompok
kerja dan individu yang ada didalamnya. Manfaat perusahaan melatih karyawan
dalam hubungannya dengan Sistem Manajemen Kinerja adalah agar karyawannya dapat
menganalisis proses, dapat mengidentifikasi masalah, melakukan perencanaan, dan
mengkaji kembali kinerja individunya dalam periode tertentu. Yang dapat
dilakukan oleh kelompok kerja dalam Sistem Manajemen Kinerja adalah:
a. Mengklarifikasikan
tujuan tiap kelompok kerja
b. Menetapkan
tujuan yang disepakati dan target kelompok kerja.
c. Menetapkan
pembagian tugas serta tanggung jawab tiap individu dalam sebuah kelompok kerja
d. Memfokuskan
pada proses kunci untuk tujuan perbaikan
e. Mengidentifikasikan
permasalahan dan menentukan prioritas perbaikan.
f. Mengukur
keberhasilan dari setiap aksi yang dilakukan.
Prosedur langkah Kelima
meliputi:
a. Mengidentifikasi
proses, dalam hal ini kelompok kerja dapat memilih Sistem Manajemen Kinerja
kelompok kerja mereka sendiri dengan mengulang apa yang telah mereka lakukan
dan menganalisis dampaknya terhadap organisasi.
b. Mengizinkan
Sistem Manajemne Kinerja untuk berkembang. Tidak ada kelompok kerja yang dapat
menetapkan sebuah Sistem Manajemen Kinerja yang sempurna saat pertama kali di
rancang, bahkan setelah perulangan yang kedua sekalipun, oleh karena itu
biarkan kelompok kerja untuk selalu memperbaikinya dan mengembangkannya hingga
mendekati kesempurnaan.
c. Mendorong
Sistem Manajmen Kinerja yang dirancang agar mampu terap (applicable), meski
tidak sempurna. Kelompok kerja harus didukung dengan memberikan informasi yang
valid agar rencananya dapat diterapkan.
d. Jangan
kehilangan arah karena kepemilikan, dimana sering kali timbul konflik karena
masing-masing kelompok merasa bagiannyalah yang paling penting dalam menentukan
kinerja perusahaan secara keseluruhan.
e. Buat
Sistem Manajemen Kinerja yang terintegrasi, yang di mulai dari bawah dan
terkait dengan level berikutnya secara langsung.
6. Langkah
keenam: Mengembangkan kerangka display, laporan, dan review pada setiap level
dalam perusahaan
Nilai Sistem Manajemen Kinerja akan semakin lengkap
jika digunakan secara konsisten dalam membantu meningkatkan kinerja individu
maupun perusahaan. Nila-Nilai tersebut akan menjadi bahan komunikasi yang andal
jika ditunjang dengan penggunaan display yang menarik dan penyusunan laporan
yang komunikatif,
Prosedur
langkah keenam meliputi:
a. Melakukan
atau menyediakan pelatihan yang sesuai untuk memberdayakan potensi yang
tersimpan pada setiap individu sehingga dapat mengembangkan Sistem Manajemen
Kinerja yang paling optimal.
b. Mempromosikan
penggunaan sistem Sistem Manajemen Kinerja yang sistematis dengan melakukan
pelatihan dan pengayaan bagi setiap karyawan.
c. Menyediakan
atau menampilkan grafik yang konsisten untuk menghidari adanya kebingungan dari
pembacanya.
d. Menggunakan
presentasi grafik yang bervariasi bentuknya seperti bar chart, trend graph, run
chart, dan sebagainya.
e. Memberikan
dukungan kepada kelompok kerja untuk menghasilkan display yang paling relevan
dengan pekerjaan mereka.
f. Melakukan
kajian ulang secara regular terhadap hasil dari masing-masing kelompok kerja,
departemen, dan divisi.
7. Langkah
ketujuh: Memfasilitasi pemanfaatan Sistem Manajemen Kinerja untuk meningkatkan
kinerja perusahaan
Sistem
Manajemen Kinerja dapat menjadi pengendali bagi penerapan praktik terbaik (Best
Practice) dalam organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk mengintegrasikan
Sistem Manajemen Kinerja dengan inisiatif perbaikan organisasi yang lebih luas,
yang menyangkut perencanaan strategis, daya tawar perusahaan (enterprise
bargaining), kaji banding (Benchmarking), dan strategi perubahan lingkungan
kerja. Integrasi tersebut dapat dicapai dengan memainkan peran Sistem Manajemen
Kinerja dalam inisiatif perbaikan kinerja yang spesifik.
Prosedur
langkah ketujuh:
a. Secara
terhadap memperpanjang penggunaan sistem manajemen kinerja. Sekali sebuah tim
memperkenalkan Sistem Manajemen Kinerja nya, perlu dilanjutkan dengan
pengembangan SMK tersebut agar dapat diintegrasikan dengan strategi lainnya, seperti
perencanaan strategis, kaji banding (benchmarking), dan strategi pengembangan
daya tawar perusahaan (enterprise bargaining).
b. Memperpanjang
penggunaan Sistem Manajemen Kinerja melalui konsultasi dengan stakeholder
menuju strategi praktik terbaik (best practice)
c. Menstandardisasi
Sistem Manajemen Kinerja dalam organisasi. Dalam praktiknya, seluruh perangkat
Sistem Manajemen Kinerja seharusnya sama untuk benchmarking, perencanaan
strategis, atau untuk keperluan enterprise bargaining.
2.2 KERANGKA KERJA SISTEM MANAJEMEN
KINERJA
Dari
berbagai macam kerangka kerja Sistem Manajemen Kinerja yang telah di
perkenalkan oleh para pakar dalam bab 1, the balanced score card (BSC)
merupakan salah satu kerangka kerja yang paling populer di gunakan didunia. Hal
ini dikarenakan BSC menganut filosofi ‘All Size’ dan ‘Unisex’ artinya, BSC
hanya menyediakan kerangka yang terdiri dari 4 perspektif, yaitu financial,
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan
hanya menyediakan kerangka kerja yang sederhana dan aplikatif tersebut. Banyak
perusahaan akan dengan mudah memasukkan variabel yang diperlukan kedalam empat
perspektif tersebut. Namun demikian, kritik terhadap BSC juga banyak, yang
dilontarkan oleh para pakar dalam berbagai jurnal maupun dalam asosiasi
pengukuran kinerja (Performance Measurement Association), dimana Prof. Kaplan
dan Prof. Neely menjadi pembina di asosiasi tersebut. Kritik pertama berkaitan
dengan fokus pada perspektif financial. Tidak semua organisasi semata-mata meletakkan
fokus pada pencapaian keberhasilan financial. Bahkan, bagi Negara-negara Eropa
yang pada dasaranya cenderung menganut paham sosialis, perspektif financial
yang terlalu kapitalis tidaklah cocok diterapkan. Bisnis telah berubah.
Finansial bukan satu-satunya ukuran keberhasilan perusahaan. Masih banyak aspek
lain yang menjadi target organisasi seperti pengembangan komunitas, kepedulian
lingkungan, kelestarian alam, dan sebagainya yang semuannya itu tidak dapat di
rangkum dalam perspektif finansial saja.
Kritik
kedua berkaitan dengan keterkaitan antarvariabel secara linear yang hanya
berdasarkan asumsi atau pemahaman atas keterkaitan antar variabel tersebut
tanpa disertai data statistik pendukung. Padahal keterkaitan antar variabel
merupakan salah satu roh dalam Sistem Manajemen Kinerja. Dalam BSC tidak secara
tegas dijelaskan mekanisme mencari keterkaitan antarvariabel tersebut.
Kritik
ketiga menyangkut tidak disediakannya ruang untuk kaji banding (benchmarking).
Benchmarking disinggung dalam BSC secara sepintas namun tidak diberikan telaah
yang cukup jelas, bagaimana dan kepada siapa benchmarking tersebut harus
dilakukan.
Kritik keempat
menyangkut kebingungan dalam pemahaman antara tataran Sistem Manajemen Kinerja
dengan Strategi Operasi.
Kritik
kelima berkaitan dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Walaupun
banyak kritik terhadap kerangka kerja BSC tersebut, para pengkritiknya tidak
banyak yang mengajukan konsep baru kerangka kerja yang lebih baik untuk di
terapkan. Mengingatkan kembali pada Tahap Perancangan Sistem Manajemen Kinerja
yang tertera pada gambar 2.1 di Bab 2, berikut ini akan dikemukakan (highlight)
kembali kerangka kerja Sistem Manajemen Kinerja tersebut seperti tertera pada
Gambar 4.2

Gambar 4.2
Kerangka Kerja Sistem Manajemen Kinerja
2.3 PEMILIHAN VARIABLE KINERJA
Pada dasarnya terdapat dua tipe
variable kinerja, yaitu variable kuantitatif dan variable kualitatif. Variable
kinerja kinerja kuantitatif lebih disukai karena lebih objektif dan biasanya
tidak menghabiskan waktu untuk mengukur serta tidak diperlukan harus di hindari
karena tidak memberikan makna, sebagi
contoh :
·
Jumlah peserta yang hadir dalam sebuah
penelitian
·
Jumlah pertemuan yang di hadiri
·
Jumlah laporan yang dikumpulkan
·
Jumlah publikasi yang dilakukan oleh
ilmuwan atau akademisi
·
Jumlah poses yang diperbaiki
·
Jumlah saran yang diberikan oleh
karyawan
Data
tersebut tidak bermakna karena hanya menunjukkan evidence atau fakta yang pada
dasarnya bukan menunjukan kinerja. Terlebih lagi, data-data tersebut tidak
menunjukkan bagaimana kinerja untuk variable-variable yang ada akan memperbaiki
kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Variable
kualitatif diperlukan karenaa banyak aspek dari kinerja organisasi yang tidak
cukup hanya dinilai berdasarkan angka-angka. Pada dasarnya terdapat empat tipe
dasar variabel kualitatif seperti diperhatikan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. variabel kualitatif
|
Kreteria
spesifik
|
Opini
|
Rating
|
1 (terbaik)
|
2
|
Ranking
|
3
|
4 (terbaik)
|
Pendekatan
pengukuran terbaik yang menggunakan variabel kualitatof adalah seperti tertera
pada contoh nomer 1, yaitu menggunakan criteria spesifik dan menerapkan system
rating. Contoh penggunaan skor semacam ini ada pada pendekatan system manajemen
kinerja yang menggunakan kerangka Malcolm Baldrige Criteria. Perusahaan
diberikan skor total sebesar 1000 berdasarkan bagaimana perusahaan tersebut
memenuhi criteria yang spesifik dan rinci yang dianjurkan dalam pendekatan
tersebut. Penelitian mengevaluasi system dan keluaran dari perusahaan, kemudian
melakukan diskusi dengan pihak internal perusahaan untuk mencapai persetujuan
terhadap skor yang dicapai perusahaan.
Keselamatan
dan audit financial juga merupakan contoh bagaimana pendekatan pengukuran
dilakukan berdasarkan kriteria yang spesifik. Penilaian kinerja yang
menyertakan opini biasanya merupakan pendekatan yang kurang baika, karena
menyertakan aspek subjektif. Penghargaan academy award merupakan salah satu contoh
hal ini. Tidak ada criteria spesifik untuk memenangkan penghargaan ini. Actor
dengan bahasa inggris berlogat british cinderung menjadi favorit untuk
memenangka penghargaan sedangkan peran-peran dalam film komedi biasanya dilihat
dari sebelah mata.
Hal
lain yang harus dicermati dari variabel kinerja biasanya adalah keseimbangan
dalam penerapan variabel pengukuran kinerja yang mencerminkan masa lalu. Saat
ini dan masa yang akan datang. Tabel 4.2. berikut mengilustrasikan hal
tersebut.
Tabel 4.2.
contoh variabel masa lalu, masa kini, dan masa depan
Ukuran masa
lalu
|
Ukuran masa
kin
|
Ukuran masa
depan
|
Financial
|
||
Keuntungan
|
Arus
kas (cash flow)
|
Nilai
barang yang dipesan
|
Pengambalian
investasi (ROI)
|
Harga
saham
|
Anggaran
R & D
|
Pengeluaran
total
|
Sisa
anggaran
|
Biaya
modal & anggaran yang di investasikan
|
Pelanggan
|
||
Bisnis
baru
|
Surve
pelanggan
|
Loyalitas
pelanggan
|
Pelanggan
yang pergi
|
Complain
|
Refensi
pelanggan bagi calon pelanggan lain
|
Lama
hubungan yang terbina
|
Pengembalian
barang yang dibeli
|
Hambatan
untuk keluar
|
Karyawan
|
||
Keluar
masuk karyawan
|
Surve
moral pekerja
|
Keberhasilan
rekrutmen
|
Jumlah
keselakaan
|
Prilaku
yang memperlihatkan keselamatan kerja
|
Skor
audit keselamatan
|
Absensi
|
Tingkat
stress
|
Referensi
oleh karyawan yang ada saat ini.
|
Operasi
|
||
Jumlah
unit produksi per jam
|
Produk
setengah jadi
(work in process) |
Produk
yang terjadwal
|
Jumlah
produk rusak/scrap
|
Ukuran
yang berkaitan dengan proses
|
Evaluasi
rancangan produk/proses
|
Biaya
yang hemat dalam proses
|
Waktu
siklus untuk proses penting
|
Identifikasi
peluang
|
Pengiriman
tepat waktu
|
Waktu
yang di gubnakan tim
|
Penjadwalan
yang lengkap
|
Pembelajaran
& inovasi
|
||
Pelatihan
yang diikuti
|
Rencanan
pengembangan
|
Indeks
modal insani
|
ROI
produk baru
|
Rancanagan
produk baru
|
Jumlah
ide yang dikaji ulang
|
Produk/servise
|
|
Jumlah
paten yang di tiru kompetiror
|
Salah
satu aspek terpenting dalam merancang variabel kinerja adalah jumlah yang
seimbang antara variabel yang mengindikasikan kinerja masa lalu, saat ini,
maupun masa depan. Kinerja masa lalu menyediakan data hasil yang telah terjadi
disebut juga sebagai lagging metrics (ukuran telah lewat). Kinerja saat ini
memperlihatkan kinerja dalam waktu yang pendek, yang saat ini sedang terjadi,
sehingga dapat diperbaiki kinerjanya jika di dapati penyimpangan dari target
yang telah di tetapkan. Ukuran yang berorientasi masa depan bukanlah prediksi
atau ramalan. Tetap merupakan indicator yang memandu kinerja masa lalu dan masa
kini agar kinerja masa depan lebih baik. Variabel kinerja masa depan ini justru
merupakan variabel terpenting karena akan mendukung pengelolaam perhatiain dari
perusahaan saat merancang system manajemen kinerja yang akan diterapkan.
Pengujian apakah indicator masa depan yang kita pilih bagus atau tidak adalah
dengan mengkaji adanya keterkaitan antara indicator tersebut dengan indicator saat ini maupun masa lalu
sebagai contoh, sebuah perusahaan
menemukan bahwa indeks loyalitas pelanggan
memiliki korelasi ini, perusahaan dapat meramalkan kesuksesan dimasa depan
berkaitan dengan kemungkinan peningkatan pendapatan. Oleh karena itu, sangat
banyak jika dilakukan riset terlebih dahulu yang kaitan dengan potensi indicator masa depan untuk memastikan kolerasinya dengan indicator masa lalu dan masa kini. Sangat berbahaya
memilih indicator kini. Oleh karena itu, tips penting dalam pemilihan indicator
adalah dengan menanyakan : dapatkah kita mempengarusi kinerja variabel yang
kita pilih ini, dan bukan , dapatkah
kita mengendalikan ukuran kinerja ini ?
Terdapat
dua jenis variabel pengukuran kinerka ditinjau dari level penentuan dan
fungsinya, yaitu strategic dan operasional. Perbandingan keduanya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel
4.3
perbandingan variabel stratejik dan operasional
Variabel statejik
|
Variabel operasional
|
Terkait
dengan visi
|
Terkait
dengan misi dan atau nilai-nilai perusahaan
|
Di
turunkan dari factor kunci keberhasilan
|
Diturunkan
dari tujuan bisnis yang funfamental
|
Terbatas
2.4. variabel
|
Mungkin
terdiri dari 12 atau lebih variabel
|
Cinderung
berubah dalam priode waktu tertentu
|
Cinderung
tetap
|
Cinderung
disatukan dalam bentuk indeks yang terdiri dari variabel-variabel individu.
|
Kombinasi
dari indeks dan ukuran tunggal
|
Kinerjanya
dikaji oleh eksekutif yang lebih tinggi
|
Kinerjanya
dikaji oleh eksekutif dan manajer yang lebih luas
|
Focus
pada satu atau duan aspek kinerja perusahaan
|
Focus
pada hamper semua aspek kinerja perusahaan
|
Dalam
menentukan variabel kinerja, yang paling mudah dan murah adalah dengan cara
mengutip dari daftar variabel yang di kemukakan dalam berbagai buku teks. Namun
demikian, cara ini tidak disara kan jika ingin merancang variabel kinerja yang
kontektual terhdap bidang usaha yang ingin
dikembangkan. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis produk atau jasa yang ditawarakan,
lingkungan persaingan yang dihadapi, perilaku pelanggan, dan letak geografis
yang berbeda membutuhkan variabel yang berbeda pula.
Dalam
menentukan variabel kinerja, perlu dicermati dua jenis kesalahan yang sering
terjadi, yaitu yang disebut sebagai gap dan false alarm. Gap di identifikasikan
sebagai tidak mengukur variabel kinerja yang seharusnya di ukur, sehingga kita
kehilangan variabel kritis yang seharusnya kita kelolas. Oleh karena itu dengan banyak nya gap yang kita buat
peningkatan kinerja perusahaan akan sulit diwujudkan. Sebaiknya, false
alarm di identifikasikan sebagi malakukan pengukuran pada
variabel-variabel yang seharusnya tidak perlu mendapatkan perhatian. Oleh karena itu dalam fase alarm terjadi salah satu focus dan mubazirkan usaha serta biaya yang terserap pada aspek
aspek yang tidak penting. Yang seharusnya bukan merupakjan prioritas untuk kita
kelola. Diagram berikutnya ini memudahkan pemahaman menyangkut gap dan false
alarm tersebut.

Gambar
4.3 Gap

Gambar
4.4 false alarm
Kesalahan
tipikal dalam penentuan variabel kinerja yang biasa di temui saat perencanaan
system manajemen kinerja adalah, terutama, menyangkut hal-hal :
1. Adanya
variabel kritis yang belum tercantum
2. Terlalu
banyak variabel
3. Variabel
kurang bermakna
4. Salah
penekanan terhadap variabel
5. Sukar
dalam penerjemahan dan penerapan
6. Bias
dantara foakus untuk pengendalian versus perbaikan
Tahap-tahap
penentuan variabel kinerja yang kontekstual dalam system manajemen kinerja
dapat digambarkan secara diagramatis sebagai berikut.

Gambar
4.5 Langkah-langkah penentuan variabel kinerja
Untuk
penentukan, memetakan, dan menganalisis apakah variabel yang kita pilih sudah
sesuai dengan yang seharusnya dipilih, dapat digunakan alat bantu kuesioner
seperti tertera pada tabel 4.4 dan 4.5 berikut ini
Tabel
4.4 penentuan focus perbaikan

Tabel
4.5. Gap dan False Alarm

Penentuan
variabel kunci kinerja hendaknya bersifat sinamis. Yaitu harus disesuaikan
dengan kondisi perkembangan perusahaan dan perubahan lingkungan persaingan yang
terjadi. Langkah – langkah berikut ini di buat sebagai panduan untuk mengkasi
ulang variabel-variabel kunci kinerja.
Gambar
4.6 pengkajian kontekstualitas variabel kinerja

Untuk
mendeteksi kontekstualitas dan kebermakanaan variabel kinerja, dapat dibantu
dengan menggunakan check list belikut
ini.
Aspek
|
Ya
|
Tidak
|
Variabel kinerja > 20 untuk tiap
prespektif
|
|
|
Variabel
yang dipilih sangat tenting danberkaitan dengan keseluruhan tujuan dan misi
yang terlah ditetapkan
|
|
|
Variabel
yang idpilih merupakan gabungan antara variabel yang mengukur masa lalu, masa
kini, maupun masa depan.
|
|
|
Ukuran
kuantitatif didasarkan pada variabel yang bermakna
|
|
|
Ukuran
kualitatif didasarkan pada rating dengan criteria spesifik
|
|
|
Variabel
se-objetif mungkin
|
|
|
Variabel
yang dipilih akan mednorong perilaku karyawan maupun mitra yang baik
|
|
|
Pengumpulan
data dimungkinkan dengan ongkos yang efektif
|
|
|
Keterkaitan
antara variaben masa lalu, masa kini, maupun masa depan
|
|
|
Karyawan
tidak mudah melakukan kecurangan dalam variabel yang dipilih
|
|
|
Variabel
dapat ditelusuri dengan sendirinya dalam waktu yang regular, sehingga selalu
dapat dideteksi jika terjadi penyimpangan kinerja
|
|
|
2.4 Pengumpulan Data
Setelah mengidentifikasikan jenis variabel kinerja
yang akan diterapkan adalah pengumpulan data. Oleh karena itu, akan sangat
membantu jika selama proses penentuan variabel kinerja itu sendiri, secara
paralel juga diterapkan proses pengumpulan data yang menantinya akan
diterapkan. Keberhasilan kegiatan
pengumpulan data harus didukung oleh manajemen yang tepat.
2.4.1 Menentukan Kebutuhan Data
Bertujuan untuk dijadikan dasar dalam analisis lebih
lanjut, dengan kata lain, umtuk mengubah data yang dapat menjadi informasi yang
akan digunakan bagi pembuat keputusan. Untuk itu diperlukan menyusun rencana
pengumpulan data terlebih dahulu untuk memastikan bahwa data yang didapat akan
mendukung sasaran dari program pengukuran kinerja dan memberikan gambaran
detail kepada pengguna informasi ini nantinya. Intergritas program pengukuran
kinerja sangat bergantung pada kualitas pengumpulan data.
Penyusunan
rencana ini harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pemahaman
mengenai informasi yang dibutuhkan
2. Pemahaman
mengenai sumber informasi
3. Proses
pengumpulan data
4. Pengumpulan
data dan laporan secara berkala
5. Biaya
pengumpulan data
6. Perlindungan
data
Kualitas data diartikan sebagai tingkat informasi
yang dapat diandalkan dan konsisten di sebuah organisasi. Jika terdapat data
yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas data dan keputusan yang dibuat
berdasarkan data tersebut. Oleh karenanya, diperlukan usaha untuk memastikan
kualitas data yang diperoleh. Tingkat kualitas data ditentukan berdasarkan 4
kiteria, yaitu :
1. Akurasi
2. Kelengkapan
3. Konsisten
4. Penyebaran
data
2.4.2 Perimbangan Dalam Pengumpulan Data
Terdapat
beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengumpulan data, yaitu :
1. Teknik
pengambilan sempel
Kelebihan sampling dan
kekurangan sampling
Kelebihan Sampling
|
Kekurangan Sampling
|
-
Dapat menekan biaya pengumpulan
dan analisis secara signifikan
-
Mempersingkat waktu untuk
menyelesaikan evaluasi
-
Akan sangat berguna jika
pengukuran keseluruhan populasi dirasakan tidak mungkin dan tidak efisien
|
-
Adanya kemungkinan untuk tidak
dapat mengumpulkan seluruh data dan salah identifikasi
-
Sehubungan dengan data kualitatif
kurangnya observasi akan mengurangi perspektif yang dibutuhkan.
|
2. Bias
Pada setiap metode
evaluasi pasti terdapat kemungkinan unsur bias, yang akan menyebabkan
pengumpulan data cenderung menggambarkan satu sisi masalah saja.
3. Ongkos
Pimpinan program harus
dapat menyesuaikan kebutuhan evaluasi dengan kemampuan finansial yang ada.
4. Sebaran
demografi
Aspek yang terkait
dengan target populasi dari program sampling yang akan dilakukan.
5. Tingkat
akurasi
Pengumpulan data akan
menghasilkan sebagian informasi yang tingkat akurasinya bervariasi
6. Tingkat
kerincian
Pimpinan program harus
mempertimbangkan tingkat rincian informasi yang dibutuhkan, kesesuaian, dan dan
cara mengakumulasikannya.
7. Tingkat
respons
Merupakan rasio dari
respons yang diterima terhadap jumlah kuesioner yang disebarkan, aspek ini
penting dalam menentukan bias
8. Kecepatan
Teknik pengumpulan data
yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, perlu ada pertimbangan dalam
pemiliha tenik pengumpulan data,sehubungan dengan waktu penggunaan informasi.
9. Input
dari stakeholder
Pihak-pihak yang akan
terkena dampak atau efek dari hasil setiap langkah yang dilakukan.
2.4.3
Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang berbeda akan menghasilkan informasi dan pengertian yang
berbeda pula. Pada saat manajer program mulai memilih metode pengumpulan data,
harus diingat adanya trade-off dengan metode pengumpulan data dari tipe yang
berbeda. Setiap metode yang berbeda akan mengakibatkan bias, cost, response,
rate, speed, level of detail, validity, reliability dan memiliki kegunaan yang
bervariasi. Beberapa metode pengumpulan data yang biasa digunakan :
1. Data
Agen
Keuntungan pengambilan data dari data agen diantara lain
data telah tersedia dengan harga murah dan prosedur transformasi data ke dalam
indikator sudah dikenal oleh hampir semua personel dalam agen tersebut sehingga
memudahkan proses pengelolahaan maupun
analisisnya.
Kekurangan metode ini yaitu jarang
dapat memasok data yang berkaitan dengan kualitas pelayanan dan masih
diperlukan modifikasi dari bentuk data mentah menjadi data yang mencerminkan
indikator kinerja.
2. Observasi
langsung
Pengumpulan data melalui mekanisme
observasi langsung terlatih memerlukan peninjauan yang mampu menilai kondisi
putcome yang dapat diterima oleh mata atau indra fisik lainnya.
Langkah-langkah
proses implementasi metode observasi langsung mencangkup :
1. Menentukan
konisi penilaian
2. Mengembangkan
skalarating untuk setiap kondisi
3. Menentukan
fasilitas atau area yang akan dinilai, kapan, dan frekuensi dilakukan
4. Memilih
dan melatih observer, yang bisa
dilakukan oleh siapa pun
5. Menguji
skala dan observer dalam jumlah kecil di beberapa fasilitas untuk memastikan
mereka memberikan rating yang konsisten
6. Prosedur
supervisi observer, pencatatan, rekaman, dan pemprosesan data terkumpul
7. Memimpin
proses rating
8. Mengembangkan
dan menyebarkan laporan temuan dari tiap rangkaian rating periode tertentu dan
perubahan dari periode sebelumnya.
3. Survai
dan wawancara
Metode informasi dengan bertanya
langsung kepada pihak yang terkait dan data dapat dikumpulkan melalui
pertanyaan langsung sehingga diperoleh data kualitatif, kuantitatif, mau pun
keduanya.
Berikut langkaj-langkah
mengoptimalkan survai:
1.
Menetapkan area evaluasi dan
mengembangkan pertanyaan yang applicable
2.
Menetapkan rencana survai
3.
Mengembangkan sampling
4.
Mengembangkan kuesioner
5.
Tes dasar kuesiopner, pertanyaan
individu, dan waktu pengujian
6.
Distribusi kuesioner kepada responden
7.
Ada follow-up contact dengan
nonresponden, jika ukuran sempel terlalu kecil
8.
Menganalisis data dan membagikan
hasilnya kepada para stakeholder
9.
Melaporkan hasil yang diperoleh
4. Penelitian
berpasangan (pear review) / evaluasi
panel oleh para ahli (expert panal evaluation)
Pear
review atau evaluasi oleh para ahli melalui panel biasanya
dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian dan pengembangan. Kenuntungan dari
metode ini anatara lain dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah yabng sangat
kompleks. Dapat mengevaluasi proyek yang masih jauh dari tahap kematangan, dan
dapat mengakumulasi pendapat para ahli untuk
digunakan dalam pengembangn metodelogi. Kerugianya anatara lain
memungkinkan timbulnya bias-bias yang menghalangi metode yang telah ada
dan peer review jarang sekali digunakan
untuk menilai pengaruh suatu progam (subjektif).
Cara
meningkatkan hasil dari peer review.
·
Gunakan peer review untuk membantu teknik evaluasi yang lain.
·
Evaluasi peer review untuk aktivitas R&D yang berbeda didaerah umum.
·
Peer harus mudah diketahui
·
Hindari internal peers.
·
Berhati-hatilah terhadap gangguan fungsi
dinamis.
·
Jika menggunakan skala, lakukan uji
validitas dan reabilitas skala tersebut.
·
Menyediakan pernyaan bias bagi penguji.
5.
Cost – Benefit / Cost Effectiveness
Studies
Dibutuhkan beberapa kumpulan data yang
signifikan untuk mengembangkan Cost
Benefit Studies dan Cost
Effectiveness Studies. Cost-Benefit
Studies dilakukan untuk mengevaluasi biaya progam bersama dengan kentungan
yang dicapai. Sedangkan Cost
Effectiviveness Studies merupakan tipe dari Cost-Benefit Studies diaman biaya progam yang dievaluasi itu
identik sehingga hanya dibutuhkan menjalankan Cost-Benefit/Cost Affectiveness Studies yaitu. Life-Cycle, Prospective, dan Retrospective.
Factor lain yang juga perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode ini adalah
identifikasi biaya dan keuntungam, menilai keuntungan, mengonversikan biaya dan
keuntungan menjadi nilai saat ini (
Present Values ).
6. Studi Kasus ( Case Studies )
Studi kasus merupakan metode pengumpulan
data dan invormasi dengan menggunakan deskripsi dan analisis atas situasi
tertentu, terutama untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut efisiensi dan
efektivitas progam sekarang ini. Studi kasus yang baik menyakup :
1) Menampilkan
contoh ilustratif progam, baik yang sukses maupun gagal.
2) Indentifikasi
masalah, termasuk progam saat ini.
3) Deskripsi
interaksi anata tujuan progam dan batasanya
4) Pengujian
teori dan strategi yang spesifik.
5) Identifikasi
elemen progam, untuk studi lanjutan dan perbandingan.
6) Ketersediaan
data yang signifikan, kredibel, dan komprehensif.
7) Rangkuman
bukti untuk rekomdasi agar bisa digeneralisasikan pada progam yang lain.
7. Content Review
Content review merupakan metode
pengumpulan data yang mengarah pada kodifikasi dan analisis data kualitatif. Dengan
pengkodean dan klasifikasi sumber data kualitatif tersebut, dapat dikembangan
pengertian atas sejumlah besar analisis kualitatif.
8. File Review
Pengkajian ulang terhadap data yang
telah dikumpulkan dapat memberikan informasi yang diperlukan, yang terutama
berhubungan dengan evaluasi progam. Meskipun terdapat begitu banyak berkasi
(file), file review, biasanya
membantu untuk kasus-kasus tertentu seperti informasi yang berkaitan dengan
demografis. Dengan file review yang
teliti, akan di temukan kunci pengukuran kinerja atau laporan yang di
kehendaki.
9. Focus Grup
Focus grup merupakan sebuah kelompok
kecil yang dibentuk untuk mengumpulkan informasi yang mendalam serta cepat dan
umumnya melibatkan pihak ketiga. Kegunaan focus grup antara lain menghasilkan
hipotesis penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian lebih lanjut dan
dapat di uji menggunakan pendekatan kuantitatif, memicu timbulnya ide baru dan
konsep kreatif, mendiagnosis masalah-masalah sedang dihadapi, mengetahui dan
mempelajari bagaimana respoden mendeskripsikan pandangan mereka, mengelola
hasil kuantitatif yang sudah dicapai sebelumnya, serta menjadi forum bagi
stakeholder untuk menuangkan pandangan mereka dan berpartisipasi dalam proses
yang berlangsung.
Keuntungan
focus grup antara lain :
·
Menyediakan data yang dikumpulakn dari
sekelompok orang dalam waktu singkat dan biaya lebih sedikit dibandingan dengan
melakukan wawancara secara individual.
·
Penelitian dapat berinteraksi secara
langsung dengan responden, sehingga memungkinkan adanya pertanyaan lanjutan,
klarifikasi terhadap responden yang diberikan, dan observasi lebih lanjut dari
responden nonverbal.
·
Responden dapat membangun respon dari
anggota lain dalam kelompok.
·
Terdapat fleksibilitas dalam menentukan
kisaran topic dari subjek yang ada.
·
Merupakan forum untuk merspons jawaban
secara cepat daripada menulis jawaban satu persatu.
2.4.4 Pengecekan Data
Dalam
mengkaji strategi pengumpulan data, yakinkan bahwa anda sudah :
Aspek
|
Ya
|
Tidak
|
Mempertimbangkan berbagai variasi
pendekatan sebelum menetapkan salah satu metode untuk diterapkan.
|
|
|
Mengevluasi ongkos pengumpulan data
|
|
|
Mengonsultasikan dengan pihak internal
dan eksternal untuk menentukan metode pengumpulan data terbaik
|
|
|
Menggunakan instrument pengumpulan
data dan metode terbaik yang dapat di usahakan.
|
|
|
Kembangkan pengendalian yang cukup dan
hindarkan kecurangan dalam pemilihan
variabel dan datanya.
|
|
|
Menggunakan kelompok atau individu
yang tepat untuk mengumpulkan data tersebut
|
|
|
Kembangkan pengecekan yang ada untuk menjamin
konsitensi dalam judgement yang mungkin harus diambil
|
|
|
Menggunakan teknik sampling yang cocok
untuk pengumpulan data
|
|
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yangdiberikan kepadanya.
Dan memahami bahwa
dalam mengembangkan Sistem Manajemen Kinerja terdapat tujuh langkah yang perlu
diperhatikan, seperti
1. Langkah
pertama: Menyelaraskan pengembangan Sistem Manajemen Kinerja dengan strategi
perubahan lain dalam perusahaan.
2. Langkah
kedua: Menjelaskan tujuan pengembangan dan manfaat Sistem Manajemen Kinerja
baru
3. Langkah
Ketiga: Memantapkan kesepakatan dalam proses pengembangan dan pemanfaatan
Sistem Manajemen Kinerja
4. Langkah
Keempat: Melakukan identifikasi faktor keberhasilan yang kritis (critical
success factor) bagi perusahaan
5. Langkah
kelima: pembentukan tim yang ditugasi memilih Sistem Manajemen Kinerja.
6. Langkah
keenam: Mengembangkan kerangka display, laporan, dan review pada setiap level
dalam perusahaan
7. Langkah
ketujuh: Memfasilitasi pemanfaatan Sistem Manajemen Kinerja untuk meningkatkan
kinerja perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibisono
Dermawan, 2006, Manajemen Kinerja:
Konsep, Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan, Jakarta,
Penerbit Erlangga Diakses pada 08 Maret 2017 14:53
2. http://indraputrabintan.blogspot.co.id/2012/03/kerangka-kerja-sistem-manajemen-kinerja.html
Diakses pada 08 Maret 2017 10:45
0 komentar:
Posting Komentar